Jumat, 07 Maret 2014



Nama              : Nela Ambarwati
NIM               : K6413044
Prodi               : PPKn
Kelas              : B

BERBAGAI PERTIMBANGAN UNTUK PRO
TERHADAP RUU KUHP

Saat ini para pakar hukum di Indonesia sedang bekerja keras dalam mengkaji perbuatan pidana yang dianggap pantas untuk dipidanakan menurut undang-undang yang akan di sahkan nantinya. Salah satu hal yang sangat kontroversi dalam RUU KUHP adalah dimuatnya pasal santet. Salah satu pihak yang setuju dengan dimasukkannya pasal santet dalam RUU KUHP antara lain dari pihak Kepolisian yang diwakili oleh Brigjen Bambang Sri Herwanto yang menjabat sebagai Kepala Biro Penyusunan dan Penyuluhan Hukum (karosunluhkum) MABES POLRI berpendapat “Bahwa santet merupakan ilmu gaib yang butuh pembuktianyang kongkret, namun jika nantinya di atur, POLRI siap untuk melaksanakan danberusaha membuktikan soal adanya santet tersebut”.
Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia Muzakir, segera meluruskan kontruksi hukum pasal 293 Ruu KUHP, “Tak ada istilah pasal santet dalam pasal 293 itu”. Menurutnya, pasal itu dikenakan bagi mereka yang menawarkan jasa ilmu gaib untuk membunuh orang lain.
Pasal 293 RUU KUHP tentang Santet yang menjadi perdebatan tersebut berbunyi :
(1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberi batuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidanan dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melakukan perbuatan tersebur untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3.
Selain Brigjen Bambang Sri Herwanto,Achmad Dimyati Natakusumah yang merupakan Wakil Ketua Badan Legislatif  juga merupakan orang yang pro dengan RUU KUHP dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
1.    RUU tersebut bertujuan untuk menjadi payung hukum yang melindungi masyarakat yang mengklaim dirinya menjadi korban penipuan orang-orang yang mengaku dukun, paranormal atau sejenisnya.
2.    Istilah santet tidak ada dalam RUU tersebut, yang ada hanyalah tindak pidana penipuan khusus. Jadi jelas dalam RUU KUHP ini sebagai delik aduan, dan bukan untuk membuktikan adanya santet. Tapi lebih kepada tindakan seseorang yang merugikan orang lain.
3.    Untuk membantu masyarakat yang menjadi korban penipuan dukun santet, diharapkan RUU ini juga bisa membantu orang-orang yang diberitakan atau difitnah sebagai dukun santet dan akhirnya dikeroyok bahkan dibunuh warga , seperti yang terjadi di Banyuwangi. Selama ini, polisi berkilah tak bisa menjerat dukun santet, sehingga warga main hakim sendiri. Pasal 293 RUU KUHP justru mencegah tindakan main hakim sendiri.
4.    Sampai sekarang kasus penanganan pengeroyokan sekaligus pembunuhan orang yang dicurigai dukun santet itu masih belum jelas. Nah RUU KUHP ini bertujuan agar kasus seperti ini tidak terulang kembali.
Pihak lain yang juga pro terhadap RUU KUHP adalah Chairul Huda, yaitu dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta dengan alasan sebagai berikut :
1.    Tindak pidana santet yang dimaksud pasal 293 RUU KUHP lebih mendekati pada delik penipuan, yaitu mengaku memiliki kemampuan santet dan menyebarluaskannya. Ayat (1) dari pasal ini dikenakan bagi pelaku delik yang melakukan tindakannya secara sporadis dan tidak berkelanjutan. Sementara ayat (2) melingkupi segala tindakan santet yang dilakukan dengan kontinuitas dan bertujuan mencari keuntungan (mata pencaharian).
2.    Pencantuman pasal santet justeru bermaksud mengajak masyarakat untuk meninggalkan pemikiran-pemikiran yang tidak maju ditinjau dari watak bangsa. Dasar pembentukan KUHP bukan hanya dari perbuatan yang dianggap tercela di dalam masyarakat, tetapi juga bertujuan membentuk watak bangsa.

Sumber :




SEJARAH BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
DI INDONESIA

 Seperti yang kita ketahui hukum pidana tidak dibuat oleh bangsa kita sendiri, tetapi merupakan warisan bangsa Belanda dahulu. KUHP kita sekarang ini masih terjemahan dari KUHP Belanda (Wetboek van Strafrecht). Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini ialah hukum pidana yang telah dikodifikasi, yaitu sebagian terbesar dari aturan-aturannya telah disusun dalam satu kitab undang-undang (wetboek), yang dinamakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, menurut suatu sistem yang tertentu (Moeljatno, 2008 hal. 17).
Berikut dijelaskan mengenai fase-fase berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia :
A.  Fase sebelum  Penjajahan Belanda
Sebelum bangsa  Belanda masuk ke Indonesia hukum pidana yang berlaku adalah hukum pidana yang tidak tertulis. Ada beberapa hukum pidana tertulis tetapi hanya dibuat berlaku untuk daerah-daerah tertentu saja. Hukum pidana tersebut dibuat oleh kerajaan-kerajaan yang ada pada masa itu. Contoh hukum pidana yang tertulis yaitu :
1.    Kutaramanawa dalam Kerajaan Majapahit yang dibuat pada tahun 1350.
2.    Pepakem Cirebon untuk Kerajaan di Cirebon pada tahun 1768. (Kansil,  1989 hal 262).

B.  Fase Penjajahan Belanda
Setelah Belanda masuk ke Indonesia kemudian berlaku dua macam KUHP untuk dua golongan yang berbeda yaitu :
1.    Hukum pidana yang berlaku bagi orang- orang Belanda dan orang-orang Eropa lainya serta yang disamakan dengan mereka daengan catatan mereka berada di wilayah Nusantara. KUHP ini  yang termuat dalam Wetboek van Strafrecht  voor de Eropeanen. (1873)
2.    Hukum pidana yang berlaku bagi orang-orang bumi putera (Pribumi Indonesia) dan golongan Timur Asing (Arab, India, Cina, dan sebagainya). KUHP ini termuat dalam Wetboek van Strafrecht. (1867)
Kedua KUHP buatan Belanda tersebut bersumber dari KUHP Perancis (Code Penal) yaitu pada masa pemerintahan Napoleon Bonaparte. Untuk Code Penal sendiri masih ada sedikit pengaruh dari KUHP Romawi.
            Perbedaan antara KUHP untuk orang Eropa (1867) adalah  macam hukumannya, misalnya :
1.    Orang Indonesia dapat diberi kerja paksa dengan kehernya diberi kalung besi atau kerja paksa dengan tidak dibayar untuk mengerjakan pekerjaan umum, sedangkan orang-orang Eropa tidak demikian, hanya hukuman penajara atau hukuman kurungan saja.
2.    KUHP untuk orang Indoenesia disesuaikan dengan keadaan dan kebiasaaan orang Indonesia, misalnya :
a.    Perkawinan dengan lebih dari satu orang perempuan tidak dihukum.
b.    Pengemis dan mandi di depan umum tidak dihukum. (Kansil, 1989 hal. 261).
            Kemudian pada tahun 1915 diumumkan adanya KUHP yang baru. KUHP tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918 bagi semua penduduk Indonesia dengan menghapus dua KUHP tersebut. Jadi,  pada saat itu telah terwujud unifikasi dalam hukum pidana mengakhiri dualisme yang ada sebelumnya (dengan adanya WvS voor Nederlandsche Indie). KUHP 1918 yang tunggal ini tidak lagi turunan dari Code Penal Prancis seperti KUHP yang sebelumnya. Akan tetapi sudah bersumber  langsung dari KUHP  nasional Belanda yang telah ada sejak tahun 1866, melalui beberapa perubahan , tambahan ataupun penyelarasannya untuk diberlakukan di Indonesia (asas concordansi).

C.  Fase Penjajahan Jepang
Masa pemerintahan Belanda pun seolah-olah berhenti dengan datangnya Jepang ke Indonesia pada tanggal 8 Maret 1942. Pada waktu itu Wetboek van Straftrecht voor Nederlandshe Indie 1918masih tetap berlaku. Pada saat itu Jepang berhasil mengalahkan Belanda. Meskipun Belanda tidak lagi menguasai Indonesia, akan tetapi KUHP warisan Belanda masih tetap berlaku dengan beberapa tambahan ketentuan kepidanaan yang dibuat pemerintah Jepang. Jadi sejak saat itu hukum pidana yang berlaku di Indonesia adalah WvS voor Nederlandshe Indie dan ketentuan-ketentuan hukum pidana Jepang.

D.  Fase Indonesia Merdeka
Waktu terus berjalan, hingga tiba di saat kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Republik Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya. Berdasarkan pasal II aturan peralihan dari UUD 195 yo. Pasal 192 Konstitusi RIS 1949 yo. Pasal 142 UUDS 1950, ditetapkan bahwa segala lembaga negara dan peraturan hukum yang ada pada waktu itu (WvS voor Nederlandshe Indie dan ketentuan-ketentuan hukum pidana Jepang) masih berlaku sepanjang masih belum digantikan dengan yang baru menurut UUD 1945 itu sendiri. Tapi itu tidak berarti, bahwa KUHP kita yang sekarang, masih dalam keadaan asli atau telah diambil alih langsung oleh negara kita, bahkan isi dan jiwanya pun telah diganti, sehingga telah sesuai dengan keperluan dan keadaan nasional kita dewasa ini (Kansil, 1989 hal. 261).Perubahan yang penting dari  KUHP ciptaan Hindia Belanda itu diadakan dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1946.
Untuk menegaskan kembali pemberlakuan hukum pidana pada masa kolonial tersebut, pada tanggal 26 Februari 1946, pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Undang-undang inilah yang kemudian dijadikan dasar hukum perubahan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van Strafrecht (WvS), yang kemudian dikenal dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 yang menyatakan, “Dengan menyimpang seperlunya dari Peraturan Presiden Republik Indonesia tertanggal 10 Oktober 1945 No. 2, menetapkan bahwa peraturan-peraturan hukum pidana yang sekarang berlaku ialah peraturan-peraturan hukum pidana yang ada pada tanggal 8 Maret 1942.”
Meskipun demikian, dalam Pasal XVII UU No. 2 Tahun 1946 juga terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa “Undang-undang ini mulai berlaku buat pulau Jawa dan Madura pada hari diumumkannya dan buat daerah lain pada hari yang akan ditetapkan oleh Presiden.” Dengan demikian, pemberlakuan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van Strafrecht hanya terbatas pada wilayah jawa dan Madura.
Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di seluruh wilayah Republik Indonesia atau nasional baru dilakukan pada tanggal 20 September 1958, dengan diundangkannya UU No. 7 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang  Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 yang berbunyi, “Undang-Undang No. 1 tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.”
Sampai saat ini masih terus dilakukan berbagai pembaharuan hukum pidana. Upaya tersebut berjalan semenjak tahun 1958 dengan berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional sebagai upaya untuk membentuk KUHP Nasional yang baru. Seminar Hukum Nasional I yang diadakan pada tahun 1963 telah menghasilkan berbagai resolusi yang antara lain adanya desakan untuk menyelesaikan KUHP Nasional dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Upaya tersebut masih terus berjalan dan telah menghasilkan beberapa konsep rancangan undang-undang. Semua upaya yang telah dilakukan tidak pernah membuahkan hasil dan tidak pernah sampai pada kata “final” dengan menyerahkannya pada legislatif.  Oleh karena itu maka mulai 1 Januari 1918 berlakulah satu macam Hukum Pidana untuk semua golongan penduduk Indonesia (unifikasi Hukum Pidana). (Kansil, 1989 hal. 261).

E.  Fase Akhir setelah Indonesia Merdeka
Ternyata bangsa Belanda belum puas menjajah Indonesia. Melalui aksi teror yang dilancarkan oleh NICA Belanda maupun negara-negara boneka yang berhasil dibentuknya, Belanda sebenarnya belum selesai atas aksi kolonialismenya di Indonesia.Bahkan pada tanggal 22 September 1945, Belanda mengeluarkan kembali aturan pidana yang berjudul Tijdelijke Biutengewonge Bepalingen van Strafrecht (Ketentuan-ketentuan Sementara yang Luar Biasa Mengenai Hukum Pidana) dengan Staatblad Nomor 135 Tahun 1945 yang mulai berlaku tanggal 7 Oktober 1945.
Ketentuan ini antara lain mengatur tentang diperberatnya ancaman pidana untuk tindak pidana yang menyangkut  kata lain, walaupun Indonesia merupakan negara merdeka, namun hukum pidana Indonesia belum bisa melepaskan diri dari penjajahan. Wetboek van Strafrecht atau bisa disebut Kitab Undang-undang Hukum Pidana telah diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1918. Ini berarti KUHP telah berumur lebih dari 87 tahun. Jika umur KUHP dihitung sejak dibuat pertama kali di Belanda (tahun 1881), maka KUHP telah berumur lebih dari 124 tahun. Akibat dari hal ini adalah kembali adanya dualisme hukum pidana yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandshe Indie(569 pasal) dan Wetboek van Strafrecht voor Indonesia (570 pasal).
Dualisme ini terus berlaku hingga mulai berakhir dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 73 tahun 1958 yang memperkuat Undang-Undang No. 1 tahun 1946 yang pada dasarnya menetapkan bahwa Hukum Pidana yang berlaku bagi seluruh penduduk Indonesia (unifikasi) ialah hukum pidanan yang termuat dalam Wetboek van Strafrecht voor nederlandshe indie (596 pasal) atau dengan kata lain hukum pidana yang berlaku sejak 1 Januari 1918 dan bukan Wetboek van Strafrecht voor Indonesia yang berisi 570 pasal itu. Wetboek van Strafrecht voor Nederlandshe Indie tahun 1918 inilah yang akhirnya diterjemahkan menjadi KUHP kita sampai saat ini.
Sumber :
Moeljatno, Prof. SH.2008. Azas-Azas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta. (hal 17-18)
Kansil, C. S. T. 1989.Drs. SH. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta : PN Balai Pustaka. (hal. 260-262)
http://gigyhardians.wordpress.com/2013/01/02/sejarah-hukum-pidana-indonesia/(diakses 19 Februari 2014 pukul 14.12)
http://hukumpidana.bphn.go.id/sejarah-kuhp/(diakses 19 Februari pukul 14.30)      


PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ILMU SOSIAL
DI INDONESIA

Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia juga hampir sama dengan di beberapa negara lain, di antaranya situasi kacau dan pertentangan politik bangsa, kondisi keragaman budaya bangsa (multikultur) yang sangat rentan terjadinya konflik.

Perkembangan Posisi Kurikulum IPS di Indonesia dari tahun ke tahun

1.    Tahun 1952

Tahun 1952 kurikulum di Indonesia diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952, kurikulum ini penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya dan sudah mulai mengarah  pada suatu sistem pendidikan nasional. Kurikulum 1952 diarahkan pada setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

 

2.    Tahun 1964
            Tahun 1964 pemerintah Orde Lama kembali menyempurnakan kurikulum  pendidikan di Indonesia. Kurikulum tersebut dinamakan Rentjana Pendidikan 1964, pokok – pokok pikiran dalam kurikulum tersebut bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapatkan pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang Sekolah Dasar, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional, artistik dan jasmani.
Dalam stuktur pendidikan dasar tahun 1964 dikenal dengan adanya dua kelompok mata pelajaran yaitu kelompok dasar dan kelompok cipta. Kelompok dasar adalah kelompok yang terdiri atas sejumlah mata pelajaran yang dianggap paling dominan dalam mengembangkan kepribadian siswa dan siswi sesuai dengan kualitas yang diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional. Mata pelajaran kelompok dasar ini terdiri atas sejarah bangsa Indonesia dan Geografi bangsa Indonesia. Kedua mata pelajaran ini merupakan atau memiliki peran penting dalam membina kualitas siswa dan siswi sebagaimana yang diharapkan, lebih-lebih dalam suasana kehidupan politik bangsa baru yang memerlukan adanya identitas bangsa yang kuat. Inti dari kelompok dasar adalah mengembangkan kepribadian siswa dan siswi sesuai kualitas yang dihaapkan dalam tujuan pendidikan nasional. Mata pelajaran kelompok cipta adalah kelompok mata pelajaran yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat diluar wilayah geografis dunia. Kedua mata pelajaran ini merupakan ini merupakan bagian disiplin sejarah dan geografi yang mewakili pendidikan ilmu-ilmu sosial yang dimaksudkan dalam pembahasan ini. Kelompok cipta ini berkaitan dengan kehidupan masyarakat diluar wilayah geografi Indonesia, sejarah dunia dan geografi dunia.

3.    Tahun 1968
Kurikulum tahun 1968, merupakan kurikulum pembaharuan dari kurikulum tahun 1964, yakni perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya membentuk manusia Pancasila sejati, kuat dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.
            Dalam kurikulum tahun 1968 untuk pendidikan dasar dan menengah pendidikan ilmu sosial masih diwakili oleh pendidikan sejarah, geografi, dan ekonomi. Kedudukan pendidikan ilmu sosial dalam kurikulum 1968 tidak berubah dari kurikulum sebelumnya. Pendidikan sejarah dan geografi Indonesia masih dalam pelajaran kelompok dasar, sedangkan ilmu sosial yang lain masuk dalam kelompok cipta atau khusus. IPS disajikan secara terpisah.

4.    Tahun 1975
                 Upaya memasukan materi ilmu-ilmu sosial dan  humaniora ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia disajikan dalam mata pelajaran dan bidang studi/ jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) secara resmi pada kurikulum 1975. Kurikulum ini merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Kurikulum pendidikan 1975 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut :
a.    Berorientasi pada tujuan                  
b.    Menganut pendekatan integratif
c.    Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
d.   Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
e.    Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon dan latihan.
Konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975 yang menampilkan empat profil, yaitu :
a.    Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan Negara sebagai bentuk pendidikan IPS khusus.
b.    Pendidikan IPS terpadu untuk SD
c.    Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai konsep peyung untuk sejarah, geografi dan ekonomi koperasi.
d.   Pendidikan IPS terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi dan geografi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG, dan IPS (ekonomi dan sejarah) untuk SMEA /SMK.
            Kurikulum tidak dikembangkan oleh kementrian atau departemen pendidikan dan kebudayaan tetapi oleh suatu lembaga dibawah kementrian tersebutyang dinamakan pusat perkembangan kurikulum. Dalam kurikulum ini selain model pengembangan juga digunakan pula pendekatan pengembangan materi kurikulum yang berbeda dari kurikulum sebelumnya.
Dalam kurikulum tahun 1975 dinyatakan bahwa IPS adalah paduan sejumlah mata pelajaran Ilmu social. Untuk IPS pada jenjang pendidikan dasar disebutkan bahwa materi pelajaran IPS ditunjang geografi dan kependudukan, sejarah dan ekonomi koperasi, sedangkan untuk menengah IPS mencakup geografi dan kependudukan, sejarah, antropologi budaya, ekonomi dan koperasi serta tata buku dan hitung dagang. Jadi orientasi pendidikan intinya mata pelajaran IPS masuk ke kurikulum 1975 masuk ke dalam SD/MI SMP/MTS.

5.    Tahun 1984
Konsep pendidikan IPS dalam pelaksanaan kurikulum 1984 yang secara konseptual merupakan penyempurnaan  dari kurikulum 1975, khususnya dalam aktualisasi materi. Disiplin ilmu yang dimasukan dalam mata pelajaran IPS pada jenjang pendidikan  dasar (MTS/SMP) menjadi lebih luas seperti sosiologi, antropologi, hokum, politik, dijadikan materi baru bagi IPS. Maka dapat dikatakan bahwa kurikulum tahun 1984 untuk IPS lebih maju dibandingkan dengan dengan kurikulum1975 untuk jenjang pendidikan menegah nama IPS tidak lagi digunakan melainkan disiplin ilmu social itu sendiri, seperti diwakili mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, antropologi-sosiologi dan tata Negara. Di kurikulum 1984 ada kurikulum program inti dan program pilihan. Program inti diberikan kepada semua siswa dan siswi. Program pilihan hanya diberikan pada siswa jurusan tertentu untuk tingkat menengah atas. Sejarah, Geografi, Ekonomi, Antropologi-Sosiologi dan Tata Negara tiap-tiap disiplin ilmu memiliki GBPP tersendiri.

6.    Definisi Social Studies dari NCSS   tahun 1993
Sejalan dengan perkembangan kurikulum di Indonesia dan perkembangan zaman di negara maju khususnya di Amerika Serikat dan negara – Negara  Eropa, serta berkembangnya program pendidikan dan pengajaran Social Studies (pendidikan IPS) yang masuk dalam kurikulum pendidikan nasional di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia yang sedang menjalankan kurikulum 1984, maka pada tahun 1993 National Council for the Social Studies (NCSS) mengeluarkan definisi resmi yang membawa  social studies sebagai kajian yang terintegrasi dan  mencakup ilmu yang semakin luas.
NCSS (National Council for the Social Studies) pada tahun 1993 merumuskan definisi Social Studies sebagai berikut :
Social  studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civis competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.”
Atau diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai berikut :
Studi sosial adalah studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk mempromosikan  kompetensi sipil. Dalam program sekolah, studi sosial menyediakan terkoordinasi, studi sistematis menggambarkan atas disiplin ilmu seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama dan sosiologi, serta konten yang sesuai dari humaniora, matematika , dan ilmu alam. Tujuan utama dari ilmu sosial adalah untuk membantu kaum muda membuat informasi dan keputusan beralasan untuk kepentingan publik sebagai warga masyarakat, budaya beragam demokrasi di dunia yang saling bergantung.”
NCSS menekankan pentingnya pendidikan bagi siswa yang berkomitmen untuk ide-ide dan nilai-nilai demokrasi, siswa akan terlibat dalam proses intelektual yang aktif pada kehidupan di masyarakat. Siswa sebagai warga masyarakat untuk menggunakan kemampuan pengetahuan mereka dalam memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan. NCSS memaparkan kurikulum standar untuk studi sosial menyediakan kerangka kerja yang dimusyawarahkan secara professional. NCSS pertamakali menerbitkan standar kurikulum nasional pada tahun 1994. Sejak saat itu standar kurikulum banyak digunakan diberbagai negara sebagai kerangka kerja bagi guru dan sekolah – sekolah untuk menyelaraskan kurikulum dan pembangunan dalam bidang pendidikan.

7.       Tahun 1994
            Kurikulum 1994 dilaksanakan secara bertahap mulai tahun ajaran 1994 -1995 merupakan pembenahan atas pelaksanaaan kurikulum 1984 setelah memperhatikan tuntutan perkembangan dan keadaan masyarakat saat itu, khususnya yang menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan seni. Demikian juga kebutuhan pembangunan dan gencarnya arus globalisasi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum 1984 itu sendiri. Upaya pembaharuan kurikulum pendidikan nampak saat diadakan serangkaian Rapat Kerja Nasional Depdikbud tahun 1986 sampai dengan 1989.Pembenahan kurikulum ini didorong oleh amanat GBHN 1988 intinya antara lain :
a.    Perlunya diteruskan upaya peningkatan mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan.
b.    Perlunya persiapan perluasan wajib belajar pendidikan dasar dari enam tahun menjadi sembilan tahun.
c.    Perlunya segera dilahirkan undang-undang yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional.
            Dalam keputusan MENDIKBUD No 060/u/1993 disebutkan bahwa jenjang pendidikan dasar terdapat mata pelajaran yang disebut Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang mencakup Ilmu Bumi sejarah(nasional dan umum) dan ekonomi. Demikaian juga kajian terhadap rancangan GBPP memperlihatkan bahwa pendidikan dasar pengajian yang integrative hanya berlaku untuk jenjang pendidikan dasar di tingkat SD/MI.
            Sedangkan untuk jenjang pendidikan dasar tingkat menengah MTs/SMP pendidikan disiplin ilmu terpisah merupakan suatu yang tetap dominan. Kurikulum 1994 meliputi geografi, sejarah, dan ekonomi masing-masing mendapatkan jatah 2 jam pelajaran per minggu. Kondisi ideal mengajarkan IPS di MTs/SMP dan MA/SMA adalah setiap disiplin ilmu dalam IPS diajarkan oleh guru yang berbeda. 

8.     Tahun 2004 KBK(Kurikulum Berbasis Kompetensi)
            Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Namun pengembangan kurikulum IPS diusulkan menjadi Pengetahuan Sosial untuk merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi.Pembaharuan kurikulum Pendidikan IPS Tahun 2004 berbasis kompetensi atau dikenal Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menghendaki pelaksanaan program Pendidikan IPS yang powerful, hal tersebut dicirikan oleh pengembangan program Pendidikan IPS yang bermakna, integratif, berbasis nilai, menantang dan menerapkan prinsip belajar aktif. Pendidikan IPS bertujuan meningkatkan kecakapan hidup (life skills) siswa untuk menjadi kompetensi yang dapat digunakan dalam kehidupan sosial bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
            Dalam kurikulum tahun 2004 pada pendidikan dasar dikenal dengan IPS, dengan disiplin ilmunya sejarah nasional, geografi, koperasai dan ilmu bumi. Pada tingkat menengah materi IPS sudah menjadi satuan terpisah yaitu sejarah, ekonomi dan geografi pada penilaiannya siswa dihadapkan dengan tiga kategori kognitif, afektif dan psikomotorik.

9.    Tahun 2006 KTSP(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
            Pelaksanaan Kurikulum 2006 atau dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)  mengacu pada standar nasional pendidikan; standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Salah satu dari delapan standar nasional pendidikan tersebut adalah Standar Isi (SI) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum disamping Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
            Dalam kurikulum ini lingkup materinya hampir sama dengan kurikulum sebelumnya. Bentuk penilaiannya juga hampir sama. Pada kurikulum ini peserta didik diharuskan kritis, kreatif dan mampu memecahkan masalah, dan siswa diberi prosentasi 70% kreatifnya dan guru prosentasi hanya diberi
Sumber :
http://www.socialstudies.org/standards/execsummary.(30 September 2011)(diakses 19 Februari 2014 pukul 15.29)