MAKALAH
KORUPSI DAN PATOLOGI SOSIAL
Disusun untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Korupsi dan Patologi Sosial
Dosen Pengampu : Dra.
Charuni Baroroh, M.Si.

OLEH
NELA AMBARWATI
B/K6413044
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakaatuh.
Segala puji hanya milik Allah SWT. Tuhan
semesta alam. Atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Korupsi
dan Patologi Sosial”.
Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rasul kita tercinta Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.
Penulis ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis khususnya kepada Dra. Charuni Baroroh, M.Si., selaku dosen mata
kuliah Korupsi dan Patologi Sosial, dimana beliau telah membimbing penulis
sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Dalam penyusunan
makalah ini tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Penulis sangat
menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, meskipun demikian
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya
terutama teman-teman dan pembaca sekalian, Amin. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan untuk penyusunan makalah
selanjutnya.
Surakarta, Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..........................................................................................
i
Daftar Isi...................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah................................................................
1
B. Rumusan Masalah..........................................................................
2
C. Tujuan Penulisan............................................................................
2
D. Manfaat..........................................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN.........................................................................
3
A. Definisi Patologi Sosial..................................................................
3
B. Cakupan Patologi Sosial................................................................
4
C. Hubungan Patologi Sosial dan Pendidikan Karakter.................... 8
BAB III PENUTUP..................................................................................
10
A. Kesimpulan....................................................................................
10
B. Saran..............................................................................................
10
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
11
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring
perkembangan zaman, banyak sekali perubahan yang terjadi di berbagai bidang
kehidupan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi faktor pemacu
timbulnya permasalahan sosial. Selain itu minimnya lapangan pekerjaan dan
menurunnya tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap munculnya
masalah-masalah sosial dalam masyarakat. Masalah-masalah sosial dalam
masyarakat tersebut sering disebut sebagai “patologi sosial”. Beberapa
bentuk dari berbagai macam masalah sosial yang sering muncul dalam masyarakat
antara lain perjudian, korupsi, kriminalitas, pelacuran, dan berbagai jenis
kenakalan remaja.
Dengan munculnya
berbagai macam masalah sosial maka banyak para ahli yang meneliti tentang
patologi sosial. Bahkan sejak satu sampai dua abad yang lalu, orang menyebut
satu peristiwa sebagai penyakit sosial murni dengan ukuran moralistik. Maka perjudian,
korupsi, kriminalitas, dan tingkah laku yang berkaitan dengan peristiwa tadi
dinyatakan sebagai gejala penyakit sosial yang harus diberantas di muka bumi
(Kartini, 2005: 1). Seperti yang kita ketahui bahwa ilmu sosial bukan merupakan
suatu ilmu yang pasti, belum ada patokan untuk mendefinisikan patologi sosial
secara pasti. Maka tidak heran bahwa terdapat banyak sekali definisi terkait
patologi sosial. Disamping itu patologi sosial memiliki cakupan yang sangat
luas.
Patologi sosial
bukan merupakan masalah yang sederhana karena patologi sosial akan menghambat
pembentukan karakter. Oleh karena itu diperlukan adanya kesadaran dari
pemerintah dan diri orang yang terlibat dalam masalah-masalah sosial tersebut
akan dampak negatif yang timbul dari masalah-masalah itu. Disamping itu peran
sarta orang tua dan lingkungan juga sangat diperlukan untuk mengawasi
perkembangan putra putrinya. Berdasarkan uraian-uraian di atas maka penulis
akan menjabarkan lebih lanjut terkait patologi sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Mengapa
mendefinisikan patologi sosial itu sulit ?
2. Mencakup
apa saja patologi sosial ?
3. Apa
hubungan patologi sosial dengan pembentukan karakter ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
menjelaskan tentang patologi sosial yang sulit didefinisikan.
2. Untuk
menjelaskan tentang cakupan patologi sosial.
3. Untuk
menjelaskan tentang hubungan patologi sosial dengan pembentukan karakter.
D. Manfaat
Selain
untuk mencapai tujuan, penulis juga memiliki manfaat yang jelas dari penulisan
makalah ini. Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Secara praktis, makalah ini diharapkan dapat menjadi tambahan
wawasan kepada penulis, masyarakat dan pihak-pihak lain yang membutuhkan,
tentang patologi sosial.
2. Secara teoritis, makalah ini diharapkan mampu menjadikan
inspirasi dalam pembuatan makalah. Setidaknya tulisan ini mampu memberikan
gambaran dan referensi untuk membuat makalah yang lebih baik lagi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Alasan Sulitnya Mendefinisikan
Patologi Sosial
Patologi sosial
merupakan ilmu yang sulit didefinisikan secara sempurna. Masalah utama dalam
melakukanya terletak pada kenyataan bahwa tidak ada parameter yang tetap, tidak
ada standar universal diferensiasi norma-norma. Tidak ada masyarakat yang ideal
di mana semua fungsi proses benar secara serempak, dimana semua struktur secara
sempurna disinkronisasi. Masalah patologi sosial lebih dalam daripada apa yang
kita anggap sebagai masalah-masalah sosial belaka, mengukur atau menentukan
skala ukur ketidaksempurnaan yang hampir tidak mungkin pada saat ini. Misalnya
jika terjadi permasalahan sosial di dalam masyarakat, beberapa dapat
terselesaikan dan ada pula yang sulit diatasi. Selain itu untuk dapat
menentukan apakah suatu peristiwa termasuk ke dalam patologi sosial tidaklah
mudah, sehingga sudah sangat jelas bahwa untuk mendefinisikan patologi sosial
sangatlah sulit.
Menurut Kartini
Kartono (2005: 2) orang yang dianggap kompeten dalam menilai tingkah laku orang
lain sebagai patologis antara lain adalah pejabat, politisi, pengacara, hakim,
polisi, dokter, rohaniawan, dan kaum ilmuwan di bidang sosial. Ada pula orang
yang berpendapat bahwa pertimbangan-nilai (value-judgement,
mengenai baik buruk/jahat) sebenarnya bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang
objektif sebab penilaian itu sifatnya sangat subjektif. Karena itu, ilmu
pegetahuan murni harus meninggalkan generalisasi-generalisasi etis dan
penilaian etis (susila, baik dan buruk/jahat). Sebaliknya, kelompok lain berpendapat bahwa
dalam kehidupan sehari-hari, manusia dan kaum ilmuwan tidak mungkin tidak
menggunakan pertimbangan nilai sebab opini mereka selalu saja merupakan
keputusan yang dimuati dengan penilaian-penilaian tertentu.
Untuk menjawab
dua pendirian yang kontroversial tersebut, kita dapat meninjau kembali masalah
ini secara mendalam dari beberapa poin yang disebutkan oleh Kartini Kartono
dalam bukunya yang berjuduk Patologi Sosial, sebagai berikut:
1.
Ilmu pengetahuan itu sendiri selalu
mengandung nilai-nilai tertentu. Hal ini dikarenakan ilmu pengetahuan
menyangkut masalah mempertanyakan dan memecahkan kesulitan hidup secara
sistematis selalu dengan jalan menggunakan metode dan teknik-teknik yang
berguna dan bernilai. Disebut bernilai karena dapat memenuhi kebutuhan
manusiawi yang universal ini, baik yang individual maupun sosial sifatnya,
selalu diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang bernilai.
2.
Ada keyakinan etis pada diri manusia
bahwa penggunaan teknologi dan ilmu pengetahuan modern untuk menguasai alam
sangatlah diperlukan demi kesejahteraan dan pemuasan kebutuhan hidup pada
umumnya. Jadi ilmu pengetahuan dengan sendirinya memiliki sistem nilai. Lagi
pula kaum ilmuwan selalu saja memilih dan mengembangkan usaha/aktivitas yang
menyangkut kepentingan orang banyak. jadi memilih masalah dan usaha yang
mempunyai nilai praktis.
3.
Falsafah yang demokratis sebagaimana
tercantum dalam pancasila menyatakan bahwa baik individu maupun kelompok dalam
masyarakat Indonesia, pasti mampu memformulasikan serta menentukan sistem nilai
masing-masing dan sanggup menentukan tujuan serta sasaran yang bernilai bagi
hidupnya.
B. Cakupan Patologi Sosial
1.
Definisi
Pada awal ke-19
dan awal abad 20-an, para sosiolog mendefinisikan patologi sosial sebagai semua
tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola
kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun
bertetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum formal (Kartini, 2005: 1). Secara
etimologis, kata patologi
berasal dari kata pathos yang berarti disease/penderitaan/penyakit dan logos
yang berarti berbicara tentang/ilmu[1].
Jadi, patologi adalah ilmu yang membicarakan tentang penyakit atau ilmu tentang
penyakit. Sedangkan kata sosial
adalah tempat atau wadah pergaulan hidup antarmanusia yang perwujudannya berupa
organisasi manusia. Maka pengertian dari patologi sosial adalah ilmu tentang
gejala-gejala sosial yang dianggap sakit disebabkan oleh faktor-faktor sosial
atau ilmu tentang asal usul dan sifat-sifatnya, penyakit yang berhubungan
dengan hakikat adanya manusia dalam hidup masyarakat (Kartini Kartono, 2005:1).
2.
Jenis-Jenis
Patologi Sosial
Sebutan lain
dari patologi sosial antara lain masalah sosial, disorganisasi sosial, dan ada
pula yang menyebut dengan deviasi atau penyimpangan tingkah laku sosial
(Kartini Kartono, 2005: vi). Deviasi atau penyimpangan sendiri dibedakan
menjadi dua, yakni deviasi primer dan deviasi sekunder (Lemert, 1951).
a) Deviasi
Primer
Penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si
pelaku masih dapat diterima masyarakat. Ciri penyimpangan ini bersifat temporer
atau sementara, tidak dilakukan secara berulang-ulang dan masih dapat ditolerir
oleh masyarakat. Contohnya: pengemudi yang sesekali melanggar lalu lintas.
b)
Deviasi Sekunder
Penyimpangan yang dilakukan secara terus menerus
sehingga para pelakunya dikenal sebagai orang yang berperilaku menyimpang.
Misalnya orang yang mabuk terus menerus. Contoh seorang yang sering melakukan perjudian,
korupsi, kriminalitas, korupsi, dan mental disorder (gangguan mental).
·
Perjudian
Perjudian merupakan salah satu bentuk patologi sosial
yang termasuk penyimpangan sekunder (Kartini Kartono, 2005: 57). Perjudian
diatur di dalam KUHP sehingga bermain judi secara resmi atau secara hukum
dianggap sebagai tindak pidana atau dianggap sebagai kejahatan. Selanjutnya
masyarakat umum menganggap tindak judi itu sebagai tingkah laku tindak susila
yang merugikan diri sendiri maupun keluarga.
·
Korupsi
Korupsi merupakan benalu sosial yang merusak
sendi-sendi struktur pemerintahan dan menjadi hambatan utama bagi pembangunan
(Kartini Kartono, 2005: 89).
·
Kriminalitas/Kejahatan
Kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan
melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya (Kartini Kartono,
2005: 140). Berbagai perilaku kejahatan antara lain pencurian, penodongan,
pemerkosaan, pembunuhan, dan lain sebagainya.
·
Pelacuran
Pelacuran atau prostitusi merupakan salah satu bentuk
penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan
usaha pencegahan dan perbaikan. Pelacuran ada pada semua negara berbudaya,
sejak zaman purba hingga sekarang. Dan senantiasa menjadi masalah sosial atau
menjadi objek urusan hukum dan tradisi.
· Mental
Disorder (Gangguan Mental)
Gangguan mental merupakan totalitas
kesatuan dari ekspresi mental yang patologis terhadap stimuli sosial,
dikombinasikan dengan faktor-faktor penyebab sekunder lainnya (Kartini Kartono,
2005: 267). Tanda-tanda gangguan mental antara lain cemas, ketakutan, pahit
hati, dengki, apatis, cemburu, marah-marah, ketegangan kronis dan lain-lain.
Singkatnya, mental disorder merupakan bentuk gangguan pada ketenangan batin dan
harmoni dari struktur kepribadian.
Sedangkan menurut pelakunya, penyimpangan dibedakan
menjadi penyimpangan individual dan penyimpangan kelompok.
a. Penyimpangan individual
Penyimpangan individual adalah penyimpangan
yang dilakukan oleh seseorang atau individu tertentu terhadap norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat. Contoh: seseorang yang sendirian melakukan pencurian.
b. Penyimpangan kelompok
Penyimpangan kelompok adalah penyimpangan
yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap norma-norma masyarakat. Contoh
geng penjahat, geng perjudian, dan lain sebagainya.
3.
Pendekatan
Patologi Sosial
Patologi sosial dapat diselidiki
melalui berbagai pendekatan (approach),
sebagai berikut:
a.
Approach Biologis
Pendekatan biologis tentang tingkah
laku sosiopatik dalam biologi biasanya terfokus pada bagian genetik.
1) Patologi
itu menurun melalui gen / plasma pembawa sifat di dalam keturunan, kombinasi
dari gen-gen atau tidak adanya gen-gen tersebut
2) Ada
pewaris umum melalui keturenan yang menunjukkan tendesi untuk berkembang kearah
pathologis (tipe kecenderungan yang luaar biasa abnormal)
3) Melaui
pewarisan dalam bentuk konstitusi yang lemah, yang akan berkembang kearah
tingkahlaku sosiopatik.
Bentuk tingkahlaku yang menyimpang
secara sosial yang disebabkan oleh ketiga hal tersebut diatas dan ditolak oleh
umum seperti: homoseksualitas, alkoholistik, gangguan mental, dll.
b.
Approach Psychologist dan
Psychiatris
1) Pendekatan
Psikologis
Menerangkan tingkahlaku sosiopatik
berdasarkan teori intelegensi, sehingga individu melanggar norma-norma sosial
yang ada antara lain karena faktor-faktor: intelegensi, sifat-sifat
kepribadian, proses berfikir, motivasi, sifat hidup yang keliru, internalisasi
yang salah.
2) Pendekatan
Psychiatris
Berdasarkan teori konflik emosional
dan kecenderungan psikopatologi yang ada di balik tingkahlaku menyimpang
c. Approach Sosiologis
Penyebab tingkahlaku sosiopatik
adalah murni sosiologis yaitu tingkahlaku yang berbeda dan menyimpang dari
kebiasaan suatu norma umum yang pada suatu tempat dan waktu tertentu sangat
ditentang atau menimbulkan akibat reaksi sosial “tidak setuju”. Reaksi dari
masyarakat antara lain berupa, hukuman, segregrasi (pengucilan/pengasingan),
pengucilan. Contoh: mafia (komunitas mafia dengan perilaku pengedar narkoba).
C. Hubungan Patologi Sosial dengan
Pembentukan Karakter
Seperti yang
sudah dijelaskan di awal bahwa patologi sosial merupakan semua tingkah laku
yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan,
moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin,
kebaikan, dan hukum formal. Jadi sudah jelas bahwa di dalam patologi sosial
terdapat berbagai penyimpangan-penyimpangan sosial yang berwujud sebagai
penyakit sosial seperti, kejahatan, pelacuran, alkoholisme, kecanduan,
perjudian, dan berbagai jenis penyakit sosial lainnya (Kartini, 2005: 1). Semua
penyakit sosial tersebut merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut
pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial. Sebenarnya dalam
kehidupan bermasyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan
sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat dan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi tidak semua manusia dapat menaati
peraturan yang telah dibuat. Selain itu lingkungan pun menjadi salah satu
faktor timbulnya berbagai penyimpangan atau penyakit sosial tersebut.
Apabila segala
jenis penyakit sosial itu dibiarkan membudaya begitu saja tanpa ada upaya untuk
menguranginya maka hal ini akan sangat berpengaruh pada pembentukan karakter. Padahal
karakter seseorang sangat mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. Karakter sendiri
merupakan sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang
individu (Triyanto: 2013). Karakter menjadi bagian terdalam dari diri manusia
yang mempengaruhi tingkah laku, baik sebagai individu maupun makhluk sosial.
Pembahasan
mengenai karakter manusia tidak dapat dilepaskan dari permasalahan tingkah laku
manusia. Apabila tingkah laku seseorang itu baik, dalam arti tidak ada patologi
sosial maka sudah sangat jelas bahwa dengan sendirinya akan terbentuk karakter
pada seseorang. Akan tetapi jika patologi sosial terus berkembang di dalam
masyarakat maka proses pembentukan karakter pun akan terhambat. Karakter pada
diri seseorang dapat terbentuk karena adanya interaksi dengan dunia luar. Lingkungan
yang kondusif akan mendukung terbentuknya karakter. Sedangkan lingkungan yang
penuh dengan patologi sosial akan menghambat terbentuknya karakter.
Selain itu
pembentukan karakter bermula dari sebuah keluarga. Kondisi keluarga yang
harmonis, tidak ada gejala-gejala patologi sosial, maka akan membentuk karakter
yang kuat pada seorang anak. Begitu pula sebaliknya, apabila kondisi keluarga
tidak harmonis tentu akan berpengaruh terhadap karakter anak khusunya mental.
Keluarga menjadi hal yang paling penting dalam membentuk karakter. Keluargalah
yang harus melakukan transformasi tata nilai dalam kehidupan anak, seperti
nilai kejujuran, kedisiplinan, toleransi, saling menghormati dan lain
sebagainya. Ketika sebuah keluarga berhasil membentuk karakter pada anggotanya
maka sangat kecil kemungkinan mereka akan melakukan hal-hal yang sekiranya
dapat mengakibatkan terjadinya patologi sosial. Mereka tidak akan pernah
melakukan hal-hal yang menimbulkan kerugian baik bagi dirinya maupun orang
lain. Hal itu disebabkan oleh di dalam dirinya sudah tertanam karakter yang
kuat. Begitu pula sebaliknya, apabila keluarga tidak berhasil membentuk
karkater, maka mereka cenderung berbuat hal-hal yang melanggar aturan yang
berlaku yang mana nantinya akan membentuk patologi sosial.
Singkatnya
hubungan antara patologi sosial dan pembentukan karakter dapat dilihat dari dua
perspektif. Pertama, patologi sosial dapat menghambat pembentukan karakter.
Kedua, pembentukan karakter yang baik akan mencegah terjadinya patologi sosial.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Patologi
sosial merupakan ilmu yang sulit didefinisikan secara sempurna. Masalah utama
dalam melakukanya terletak pada kenyataan bahwa tidak ada parameter yang tetap,
tidak ada standar universal diferensiasi norma-norma. Tidak ada masyarakat yang
ideal di mana semua fungsi proses benar secara serempak, dimana semua struktur
secara sempurna disinkronisasi.
Patologi
sosial mencakup segala tingkah laku manusia yang bertentangan dengan
aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Istilah lain dari patologi sosial
antara lain penyakit sosial, masalah sosial, penyimpangan sosial, dan masih
banyak lagi istilah lain. Penyimpangan sosial terdiri dari penyimpangan primer,
sekunder, individu, dan kelompok. Patologi sosial dapat dikaji dengan beberapa
pendekatan antara lain approach biologis, approach psychologist dan
psychiatris, dan approach sosiologis.
Hubungan
antara patologi sosial dan pembentukan karakter dapat dilihat dari dua
perspektif. Pertama, patologi sosial dapat menghambat pembentukan karakter.
Kedua, pembentukan karakter yang baik akan mencegah terjadinya patologi sosial.
B. Saran
Kita tinggal di negara hukum, jadi
sebaiknya kita melakukan segala sesuatu yang tidak bertentangan dengan aturan
hukum yang berlaku. Agar nantinya tidak menimbulkan perilaku-perilaku yang
menimbulkan patologi sosial. Selain itu, sejak dini kita juga harus menanamkan
karakter yang kuat di dalam diri kita.
DAFTAR
PUSTAKA
Kartono, Kartini.2005. Patologi Sosial Jilid 1. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Triyanto. 2013. Pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi. Sleman: Deepublish.