Sabtu, 12 April 2014



contoh makalah tentang pemilu..
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
      Indonesia telah memasuki fase dan babak baru yang jauh lebih berbeda dari era sebelumnya, termasuk dalam dimensi politik.Negeri ini telah melakukan berbagai eksperimen politik sejak masa kemerdekaan hingga saat ini.Dalam perkembangan masyarakat di Indonesia, proses politik dianggap berhubungan dengan perkembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.Semakin demokratis sistem politik suatu negara, semakin tercipta bagi kemajuan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
      Menurut Hadiz[1], walaupun era pasca Soeharto ditandai liberalisasi politik, kecenderungan seperti itu tidak dengan sendirinya mampu mengubah relasi-relasi sosial kekuasaan politik. Indonesia telah memiliki beberapa presiden setelah era Soeharto, para presiden tersebut ternyata gagal menjalankan amanat reformasi untuk menciptakan pemerintahan yang lebih adil, bersih, transparan, dan bertanggung jawab.
      Salah satunya politik dalam pemilihan umum tahun 2004, politik yang berada pada saat pers bebas.Konsekuesinya, pemilu saat itu lebih bernuansa, penuh warna, semarak, dan penuh informasi. Hal ini tak lepas dari peran pers yang menjadi salah satu metode yang paling efektif  untuk melakukan kampanye, membentuk opini publik dan menyampaikan visi politik.
      Akan tetapi politik dalam pemilu saat itu jugamengakibatkan politik bersifat kekananak-kanakan.Politik pemilu tersebut lebih mementingkan angka urut pemilu, iklan di televisi, dan popularitas para calon presiden.Para pemilih pun menjadi kecewa terhadap partai politik.Mereka cenderung lebih memilih golongan putih (golput), daripada memilih para pemimpin yang tidak bertanggungjawab.
      Oleh karena itu politik dalam pemilu harus mengedepankan calon pemimpin bangsa yang memiliki kemampuan dan kapabilitas diri.Sehingga tercipta politik yang tidak kekanak-kanakan dan dapat dipercaya masyarakat.Partisipasi masyarakat dalam pemilu pun menjadi lebih tinggi dan golongan putih menjadi berkurang.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2004?
2.      Bagaimana kondisi politik dalam Pemilihan Umum tahun 2004?
3.      Bagaimana cara menciptakan politik yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahuipelaksanaanPemilihan Umum tahun 2004.
2.      Untuk mengetahui kondisi politik dalam Pemilihan Umum tahun 2004.
3.      Untuk menciptakan politik yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pelaksanaan Pemilu 2004
      Pemilu 2004 merupakan awal dari pemilu langsung.Pemilih memilih secara langsung caleg dan capres.Hal tersebut ditimbang atas dasar UU No 12 tahun 2003 tentang pilihan legislatif.Pemilihan umum di laksanakan secara bersamaan, yakni presiden dan legislatif diselenggarakan secara bersamaan. Data 2004 election: 24 parpol, 550 kursi tersedia, uang yang digunakan 3.2 trilun, partai yang menang golkar, tingkat partisipasi 84,07%.
      Pemilihan Umum 2004 merupakan sejarah tersendiri bagi pemerintah dan rakyat Indonesia.Pada era pemilu 2004 ini, untuk pertama kali rakyat Indonesia memilih presidennya secara langsung.Sehingga rakyat akan mendapatkan wakil-wakil atau pemimpin bangasa secara demokratis sesuai dengan kemauan dan aspirasinya. Pemilu 2004 sekaligus membuktikan upaya serius mewujudkan sistem pemerintahan Presidensil yang dianut oleh pemerintah Indonesia.Sistem pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan Daftar Calon Terbuka.Proporsional Daftar adalah sistem pemilihan mengikuti jatah kursi di tiap daerah pemilihan.Jadi, suara yang diperoleh partai-partai politik di tiap daerah selaras dengan kursi yang mereka peroleh di parlemen.
Pemilu 2004 ini dibagi menjadi maksimal tiga tahap (minimal dua tahap):[2]
1.      Tahap pertama (Pemilu Legislatif) adalah pemilu untuk memilih partai politik (untuk persyaratan pemilu Presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Tahap pertama ini dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004.
2.      Tahap kedua (Pemilu Presiden putaran pertama) adalah untuk memilih pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Tahap kedua ini dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2004.
3.      Tahap ketiga (Pemilu Presiden putaran kedua)adalah babak terakhir yang dilaksanakan hanya apabila tahap kedua, belum ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50%.Tahap ketiga ini dilaksanakan pada tanggal 20 September 2004.
      Untuk memilih anggota parlemen, digunakan sistem pemilu Proporsional dengan varian Proporsional Daftar (terbuka).Untuk memilih anggota DPD, digunakan sistem pemilu Lainnya, yaitu Single Non Transverable Vote (SNTV).Sementara untuk memilih presiden, digunakan sistem pemilihan Mayoritas/Pluralitas dengan varian Two Round System (Sistem Dua Putaran).
Mekanisme pengaturan pemilihan anggota legislatif  ini ada di dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2003. Untuk kursi DPR dijatahkan 550 kursi.Daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi atau bagian-bagian provinsi.[3]Untuk kursi di DPRD I berlaku ketentuan berikut:[4]
1.      Daerah pemilihan DPRD I adalah kabupaten atau kota atau gabungan kabupaten/kota;
2.      Provinsi berpenduduk sampai dengan 1 juta mendapat 35 kursi;
3.      Provinsi berpenduduk > 1 juta sampai dengan 3 juta, beroleh 45 kursi;
4.      Provinsi berpenduduk > 3 juta sampai dengan 5 juta, beroleh 55 kursi;
5.      Provinsi berpenduduk > 5 juta sampai dengan 7 juta, beroleh 65 kursi;
6.      Provinsi berpenduduk > 7 juta sampai dengan 9 juta, beroleh 75 kursi;
7.      Provinsi berpenduduk > 9 juta sampai dengan 12 juta, beroleh 85 kursi;
8.      Provinsi berpenduduk > 12 juta beroleh 100 kursi.
Sementara itu, untuk DPRD II (Kota/Kabupaten) berlaku ketentuan[5]:
1.      Daerah pemilihan DPRD II adalah kecamatan atau gabungan kecamatan;
2.      Kabupaten atau kota berpenduduk sampai dengan 100 ribu beroleh 20 kursi;
3.      Kabupaten atau kota berpenduduk > 100 ribu sampai dengan 300 ribu beroleh 25 kursi;
4.      Kabupaten atau kota berpenduduk > 300 ribu sampai dengan 400 ribu beroleh 35 kursi;
5.      Kabupaten atau kota berpenduduk > 400 ribu sampai dengan 500 ribu beroleh 40 kursi, dan
6.      Kabupaten atau kota berpenduduk > 500 ribu beroleh 45 kursi.
Pada Pemilu 2004, total kursi untuk DPR, DPRD I, dan DPRD II sebagai berikut:
1.  Kursi DPR memperebutkan 550 kursi;
2.  Kursi DPRD I memperbutkan 1.780 kursi; dan
3. Kursi DPRD II memperbutkan 13.665 kursi.
Pada tahun 2004 partai yang menang adalah golkar, namun yang jadi presiden adalah dari parta demokrat, karena terjadi koalisi antara golkar dan demokrat.
B.     Kondisi Politik Pemilu Tahun 2004
      Pentas politik di Indonesia tampaknya cukup kental diwarnai dengan berbagai fenomena menggelikan dan kekanak-kanakan. Beberapa politisi menyebut politisi lain sebagai kanak-kanak dan tidak mampu mengurus negara ini dan dirinya sendiri.Kemudian politisi menyebut kekanak-kanakan itu marah dan balas mengejek.Saling ejek sering terjadi persis kanak-kanak.
      Pada era Pemilu 2004, politisi kekanak-kanakan disebutkan oleh Taufik Kiemas terhadap capres Susilo Bambang Yudoyono (SBY).Taufik menyebut SBY kekanak-kanakan karena mengadu kepada pers ketika tak diacuhkan Megawati.SBY sebagai Menko Polkam tidak dilibatkan dalam rapat Polkam.Merasa tak difungsikan, SBY berbicara kepada pers. Itulah yang disebut Taufik kekanak-kanakan.
      Fenomena politik kanak-kanak masih berlanjut, dalam kampanye legislatif Maret 2004, anak-anak ternyata ikut meramaikan. Tanpa harus tahu apa makna kampanye, anak-anak turut dilibatkan dalam kegiatan orang dewasa ini. Kejadian unik dan menggelikan terjadai ketika kampanye di Kecamatan Kamapar Kiri, Kabupaten Kampar Riau yang dihadiri Ketua Umum PPP Hamzah Has.Seorang anak balita yang baru belaajar berbicara ditampilkan dalam kampanye. Skenarionya sang anak meneriakkan “hidup PPP”. Tetapi di luar dugaan semua orang, sang balita meneriakkan “coblos moncong putih”. Momen ini menjadi sebuah rekayasa yang digagalkan oleh keluguan.Tanpa disadari anak ternyata bisa memperdayai orang dewasa, keluguan dan kepolosan kadang dapat mengalahkan tipu daya.
      Nomor urut juga menjadi bahan kampanye bagi capres yang bersaing dalam pilpres 2004.Tim kampanye Partai Golkar misalnya bangga menunjukkan bahwa dimana-mana presiden adalah nomor satu. Sebaliknya tim kampanye capres Megawati yang mendapatkan nomor dua juga tak kalah akal. Bunyinya pun akal-akalan, ikut pemilu nomor satu lalu nomor duanya dicoblos. Tim kampanye Amien Rais mengiklankan cara melakukan pencoblosan di TPS. Pertama ambil surat suara, kedua dibuka, lalu dicoblos nomor tiga, kemudian dilipat, dan kelima dimasukkan ke kotak suara.
      Tampaknya nomor dan angka memang menjadi fenomena tersendiri dalam rangkaian pemilu 2004 ini.Perselisihan pemilu juga banyak terjadi karena angka-angka yang dapat dimainkan oleh oknum petugas tertentu sehingga mengundang protes dari kontestan yang dirugikan.Karena mendapat sejumlah angka, maka sebagian petugas KPU tega melanggar sumpahnya untuk berlaku adil.
      Politik simbol tak dapat dihilangkan dalam pemilu 2004.Dalam tataran tertetu, simbol dan lambang biasanya digunakan oleh kelompok yang belum memiliki bahasa dan komunikasi yang baik. Politik simbol memang dianggap sebagai cara dan wilayah yang aman untuk menyembunyikan orang-orang yang bermain di arena politik. Dengan simbol yang kuat politisi berusaha menutupi kelemahannya dengan simbol partai yang bersih.Politisi di dalamya berusaha menutupi kekotoran cara-caranya.Para pemilih mencoblos simbol yakni lambang partainya.Sementara itu para politisi ikut mengambil manfaat dengan bersembunyi di belakang simbol sehingga rakyat tidak tahu siapa mereka, malingkah, koruptorkah, pemabukkah atau politisi baik-baik.
      Popularitas juga mempengaruhi politik pemilu tahun 2004. Semua isu dan berbagai cara digunakan untuk dapat lebih popular di Indonesia. Siapa yang tidak mengenal Wiranto, Megawati, Amies Rais, SBY, dan Hamzah Has.Mereka berkampanye untuk lebih mempopulerkan eksistensinya meraih simpati bahkan menimbulkan fanatisme.
      Wiranto misalnya mengangkat popularitasnya dengan mengkampanyekan diri sebagai pemimpin kuat, tegas dan memperhatikan nasib rakyat.Megawati menampilkan diri sebagai pemimpin yang memperbaiki masa silam yang buruk.Amien Rais menampilkan sebagi pemimpin yang jujur, cerdas, dan berani.SBY menampilkan diri sebagai pemimpin yang mampu menciptakan rasa aman, keadilan dan kesejahteraan. Hamzah Has mempersepsikan diri untuk menjadi pemimpin yang akan memajukan pendidikan, agama, dan generasi infotech.
      Dalam pilpres 2004, simpati juga menjadi faktor penentu yang sangat signifikan.Capres SBY langsung meroket popularitasnya setelah dituding anak kecil olek Taufik Kiemas.Wiranto meroket popularitsnya setelah makin banyak tudingan miring dan tak mendasar mengenai masa lalunya.Megawati menyebutkan sebagai orang yang menerima kekuasaan setelah adanya kebobrokan Orde Baru” dan dizalimi Orba.
      Peranan pers dalam pemilu 2004 sangat besar mengangkat popularitas seorang calon pemimpin.Pers dapat dikatakan sebagai salah satu pilar suksesnya pemilu 2004.KPU juga menggunakan pers dalam melakukan sosialisasi pemilu, selain juga pers dimanfaatkan oleh peserta pemilu. Sebagian politisi mampu memaksa media massauntuk menjadikan mereka berita headline. Amien Rais masuk ke pasar, naik kereta api, ikut berdesak-desakanan merupakan terobosan baru dalam berkampanye yang mau tak mau harus menjadai berita besar. Gebrakan SBY dengan melawan Megawati juga menjadi berita besar yang memaksa pers harus menulis dan menyiarkan.Berita memang berbeda dengan iklan, karena berita memberikan gambaran yang jelas dan lebih menarik disimak.Maka dari itu, kendati biaya kampanye Megawati lebih besar, namun popularitasnya tidak sebaik SBY.  Ini terjadi karena SBY lebih mengandalkan berita yang gratis daripada Megawati mengandalkan iklan dan minim pemberitaan.
C.    Pelaksanaan Pemilu yang Luberjurdil
1.      Pengertian Luberjurdil
Pemilu yang luberjurdil mengandung pengertian bahwa pemilihan umum harus diselenggarakan secara demokratis dan transparan, berdasarkan pada asas-asas pemilihan yang bersifat langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta jujur dan adil.
a)      Langsungberarti rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
b)      Umumberarti pada dasarnya semua warganegara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah/ pernah kawin berhak ikut memilih dalam pemilu. Warganegara yang sudah berumur 21 (dua puluh satu) tahun berhak dipilih. Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasar acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial.
c)      Bebas berarti setiap warganegara yangberhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Didalam melaksanakan haknya, setiap warganegara dijamin keamanannya, sehingga dpat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
d)     Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pemilihnya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara yang tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara dan secara bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun.
e)      Jujur berarti dalam menyelenggarakan pemilihan umum, penyelenggaraan atau pelaksana, pemerintah dan partai politik serta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, haris bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
f)       Adil berarti dalam menyelenggarakan pemilu, setiap pemilih dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Pemilihan umum yang luberjurdil dibutuhkan semua pihak, baik itu pemerintah, partai politik, masyarakat, serta kalangan internasional.Hal ini berarti pemilihan umum berfungsi sebagai sarana untuk melakukan pengertian pemerintahan secara wajar dan damai. Keabsahan pemerintah dan pergantian pemerintah secara wajar dan damai hanya dapat dijamin jika hasil Pemilu dapat diterima dan dihormati oleh pihak yang menang maupun pihak yang kalah, serta rakyat dan dunia internasional pada umumnya.
2.      Mewujudkan Pemilu yang Luberjurdil
Untuk mewujudkan pemilu yang luberjurdil, dibutuhkan beberapa persyaratan, diantaranya adalah :
a)      Peraturan perundangan yang mengatur pemilu harus tidak membuka peluang bagi terjadinya tindak kecurangan maupun menguntungkan satu atau pihak tertentu.
b)      Peraturan pelaksanaan pemilu yang memuat petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan pemilu harus tidak membuka peluang bagi terjadinya tindak kecurangan maupun menguntungkan satu atau beberapa pihak tertentu.
c)      Badan atau lembaga penyelenggara pemilu harus bersifat mandiri dan independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan/ atau partai politik, peserta pemilu baik dalam hal kebijakan maupun operasionalnya, serta terdiri dari tokoh-tokoh yang kredibilitasnya tidak diragukan.
d)     Panitia pemilu di tingkat nasional maupun daerah harus bersifat mandiri dan independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan/ atau partai, politik peserta pemilu baik dalam hal kebijakan maupun operasionalnya, serta terdiri dari tokoh-tokoh yang kredibilitasnya tidak diragukan. Keterlibatan aparat pemerintahan dalam kepanitiaan pemilu sebatas pada dukungan teknis operasional dan hanya bersifat administratif.
e)      Partai politik peserta pemilu memiliki kesiapan yang memadai untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemilu, khususnya yang berkaitan dengan kepanitiaan pemilu serta kemampuan mempersiapkan saksi-saksi di tempat-tempat pemungutan suara.
f)       Lembaga atau organisasi atau jaringan pemantauan pemilu harus terlibat aktif dalam setiap proses dan tahapan pemilu disemua tingkatan diseluruh wilayah  pemilihan untuk memantau perkembangan penyelenggaraan pemilu.
g)      Anggota masyarakat luas baik secara perseorangan dan kelompok, maupun berhimpun dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan harus katif dalam memantau setiap perkembangan penyelenggaraan pemilu di daerah masing-masing.
h)      Insan pers dan media massa harus memberikan perhatian secara khusus pada setiap perkembangan penyelenggaraan pemilu, supaya setiap perkembangan yang ada dapat diberitakan kepada anggota masyarakat luas.
i)        Memupuk kesadaran politik setiap warganegara supaya semakin sedar akan hak politiknya dalam pemilu dan semakin memiliki kematangan dan kedewasaan politik sehingga tidak mudah untuk dipaksa, diancam, dibeli, maupun dipengaruhi dengan cara-cara yang tidak wajar untuk memilih, atau berbuat kecurangan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
       Dari uraian yang penulis paparkan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa Indonesia telah melakukan berbagai eksperimen politik sejak masa kemerdekaan hingga saat ini, salah satunya adalah pemilu pada tahun 2004.
1.      Pelaksanaan Pemilu 2004
            Pemilupada tahun 2004 merupakan pemilu yang berada pada saat pers bebas. Pemilu tahun 2004 juga merupakan pemilu pertama rakyat Indonesia memilih presidennya secara langsung.
            Sistem pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan Daftar Calon Terbuka.Untuk memilih anggota parlemen, digunakan sistem pemilu Proporsional dengan varian Proporsional Daftar (terbuka).Untuk memilih anggota DPD, digunakan sistem pemilu Lainnya, yaitu Single Non Transverable Vote (SNTV).Sementara untuk memilih presiden, digunakan sistem pemilihan Mayoritas/Pluralitas dengan varian Two Round System (Sistem Dua Putaran).
2.      Kondisi Politik Pemilu Tahun 2004
            Pemilu tahun 2004 dijuluki sebagai pemilu yang kekanak-kanakan, karena calon presidennya yang memang bersifat demikian. Taufik Kiemas merupakan salah satu orang yang menyebut calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai politisi yang kekanak-kanakan. Hal ini dikarenakan SBY sering mengadu kepada pers ketika tak diacuhkan Megawati.
            Popularitas juga mempengaruhi politik pemilu tahun 2004. Semua isu dan berbagai cara digunakan untuk dapat lebih popular di Indonesia. Siapa yang tidak mengenal Wiranto, Megawati, Amies Rais, SBY, dan Hamzah Has.Mereka berkampanye untuk lebih mempopulerkan eksistensinya meraih simpati bahkan menimbulkan fanatisme.
3.      Pelaksanaan Pemilu yang Luberjurdil
            Pemilu yang luberjurdil mengandung pengertian bahwa pemilihan umum harus diselenggarakan secara demokratis dan transparan, berdasarkan pada asas-asas pemilihan yang bersifat langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta jujur dan adil.Agar terwujud pemilu yang luberjurdil maka KPU harus menegakkan peraturan dan persyaratan ketika pelaksanaan pemilu, terutama pada panitia dan pengawas dan pemilu (panwaslu).  Dengan demikian maka pemilu akan terlaksana sesuai dengan asas-asas luberjurdil dan berjalan secara deomokratis serta transparan.
B.     Saran
1.      Untuk para Politisi
Untuk para politisi seperti para calon presiden sebaiknya mampu bersifat dewasa ketika menghadapi pemilihan umum. Diperlukan seseorang yang benar-benar mampu untuk membawa masa depan Indonesia. Jadi, para capres juga harus mampu bersaing sehat ketika memperebutkan posisi penting, sebagai pemimpin bangsa.
2.      Untuk Masyarakat
Bagi masyarakat yang memilih sebaiknya menggunakan hak pilihnya dengan sebaik-baiknya. Artinya harus memilih sesuai dengan hati nurani masing-masing dan tanpa ada paksaan atau ancaman dari pihak manapun agar terwujud pemilu yang luberjurdil.










DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :
Amin, Muhammad M. 2007. Dilema Demokrasi Ketika Pesta Rakyat Bukan Untuk Rakyat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gatara, Sahid. Ilmu Politik: Memahami dan Menerapkan. 2009. Bandung : Pustaka Setia.
Ismanto, I. 2004. Pemilihan Presiden Secara Langsung 2004:Dokumentasi, Analisis, dan Kritik. Jakarta: Galangpress Group
Purwasito, Andrik. 2011. Pengantar Studi Politik. Surakarta: UNS Press.
Sukarna. 1990. Pembangunan Politik. Bandung: Mandar Maju.
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
.
Sumber Internet:
Gerakan Sarjana Jakarta. 1999. Panduan Untuk Pemantauan Pemilihan Umum. http://gsj.tripod.com/pantau1.htm. (diakses 3 April 2014 pukul 16.00)



[1] Vedi R Hadiz, Dinamika Kekuasaan, Ekonomi Politik Indonesia Pasca Soeharto, LP3ES,2005.
[2] Sahid Gatara. Ilmu Politik: Memahami dan Menerapkan.2009.Bandung : Pustaka Setia. hlm.234
[3]Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 46, 47 dan 48.
[4]Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Pasal 49.
[5]Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 50.