teman-teman... sekedar buat referensi makalah aja yahh :)
makalah tentang pemilu
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia telah memasuki fase dan babak
baru yang jauh lebih berbeda dari era sebelumnya, termasuk dalam dimensi
politik.Negeri ini telah melakukan berbagai eksperimen politik sejak masa
kemerdekaan hingga saat ini.Dalam perkembangan masyarakat di Indonesia, proses
politik dianggap berhubungan dengan perkembangan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.Semakin demokratis sistem politik suatu negara, semakin tercipta
bagi kemajuan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Hadiz[1],
walaupun era pasca Soeharto ditandai liberalisasi politik, kecenderungan
seperti itu tidak dengan sendirinya mampu mengubah relasi-relasi sosial
kekuasaan politik. Indonesia telah memiliki beberapa presiden setelah era Soeharto,
para presiden tersebut ternyata gagal menjalankan amanat reformasi untuk
menciptakan pemerintahan yang lebih adil, bersih, transparan, dan bertanggung
jawab.
Salah satunya
politik dalam pemilihan umum tahun 2004, politik yang berada pada saat pers bebas.Konsekuesinya,
pemilu saat itu lebih bernuansa, penuh warna, semarak, dan penuh informasi. Hal
ini tak lepas dari peran pers yang menjadi salah satu metode yang paling
efektif untuk melakukan kampanye,
membentuk opini publik dan menyampaikan visi politik.
Akan tetapi
politik dalam pemilu saat itu jugamengakibatkan politik bersifat kekananak-kanakan.Politik
pemilu tersebut lebih mementingkan angka urut pemilu, iklan di televisi, dan
popularitas para calon presiden.Para pemilih pun menjadi kecewa terhadap partai
politik.Mereka cenderung lebih memilih golongan putih (golput), daripada
memilih para pemimpin yang tidak bertanggungjawab.
Oleh karena itu
politik dalam pemilu harus mengedepankan calon pemimpin bangsa yang memiliki kemampuan
dan kapabilitas diri.Sehingga tercipta politik yang tidak kekanak-kanakan dan
dapat dipercaya masyarakat.Partisipasi masyarakat dalam pemilu pun menjadi
lebih tinggi dan golongan putih menjadi berkurang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2004?
2. Bagaimana
kondisi politik dalam Pemilihan Umum tahun 2004?
3.
Bagaimana cara
menciptakan politik yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahuipelaksanaanPemilihan Umum tahun 2004.
2. Untuk
mengetahui kondisi politik dalam Pemilihan Umum tahun 2004.
3. Untuk
menciptakan politik yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Pemilihan
Umum 2004
Pemilihan Umum 2004 merupakan sejarah
tersendiri bagi pemerintah dan rakyat Indonesia.Pada era pemilu 2004 ini, untuk
pertama kali rakyat Indonesia memilih presidennya secara langsung.Sehingga rakyat akan mendapatkan wakil-wakil atau
pemimpin bangasa secara demokratis sesuai dengan kemauan dan aspirasinya,
(Andrik, 2011: 137). Pemilu 2004 sekaligus
membuktikan upaya serius mewujudkan sistem pemerintahan Presidensil yang dianut
oleh pemerintah Indonesia.Sistem pemilu yang digunakan adalah Proporsional
dengan Daftar Calon Terbuka.Proporsional Daftar adalah sistem pemilihan
mengikuti jatah kursi di tiap daerah pemilihan.Jadi, suara yang diperoleh
partai-partai politik di tiap daerah selaras dengan kursi yang mereka peroleh
di parlemen. Sistem daftar merupakan
pepaduan antara sistem proporsional dan sistem distrik, (Sukarna, 1990: 49).
Untuk memilih anggota parlemen, digunakan
sistem pemilu Proporsional dengan varian Proporsional Daftar (terbuka).Untuk
memilih anggota DPD, digunakan sistem pemilu Lainnya, yaitu Single Non Transverable Vote
(SNTV).Sementara untuk memilih presiden, digunakan sistem pemilihan
Mayoritas/Pluralitas dengan varian Two
Round System (Sistem Dua Putaran).
Mekanisme
pengaturan pemilihan anggota legislatif
ini ada di dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2003. Untuk kursi DPR dijatahkan
550 kursi.Daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi atau bagian-bagian
provinsi.[2]Untuk
kursi di DPRD I berlaku ketentuan berikut:[3]
1. Daerah
pemilihan DPRD I adalah kabupaten atau kota atau gabungan kabupaten/kota;
2. Provinsi
berpenduduk sampai dengan 1 juta mendapat 35 kursi;
3. Provinsi
berpenduduk > 1 juta sampai dengan 3 juta, beroleh 45 kursi;
4. Provinsi
berpenduduk > 3 juta sampai dengan 5 juta, beroleh 55 kursi;
5. Provinsi
berpenduduk > 5 juta sampai dengan 7 juta, beroleh 65 kursi;
6. Provinsi
berpenduduk > 7 juta sampai dengan 9 juta, beroleh 75 kursi;
7. Provinsi
berpenduduk > 9 juta sampai dengan 12 juta, beroleh 85 kursi;
8. Provinsi
berpenduduk > 12 juta beroleh 100 kursi.
Sementara
itu, untuk DPRD II (Kota/Kabupaten) berlaku ketentuan[4]:
1. Daerah
pemilihan DPRD II adalah kecamatan atau gabungan kecamatan;
2. Kabupaten
atau kota berpenduduk sampai dengan 100 ribu beroleh 20 kursi;
3. Kabupaten
atau kota berpenduduk > 100 ribu sampai dengan 300 ribu beroleh 25 kursi;
4. Kabupaten
atau kota berpenduduk > 300 ribu sampai dengan 400 ribu beroleh 35 kursi;
5. Kabupaten
atau kota berpenduduk > 400 ribu sampai dengan 500 ribu beroleh 40 kursi,
dan
6. Kabupaten
atau kota berpenduduk > 500 ribu beroleh 45 kursi.
Pada Pemilu 2004, total kursi untuk DPR, DPRD
I, dan DPRD II sebagai berikut:
1. Kursi DPR
memperebutkan 550 kursi;
2. Kursi
DPRD I memperbutkan 1.780 kursi; dan
3. Kursi DPRD II memperbutkan 13.665 kursi.
Sistem Proporsional
Sistem
Proporsional dicirikan adanya Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). Bilangan ini
berbeda antar satu daerah dengan daerah lain, bergantung pada jumlah total
penduduknya. Cara pembagian BPP bagi setiap partai politik dibagi ke dalam dua
tahap. Tahap pertama terdiri atas proses-proses:
1. Menghitung
total suara sah masing-masing parpol;
2. Menghitung
BPP dengan cara total suara sah masing-masing parpol dibagi
jumlah
kursi yang diperebutkan di daerah tersebut;
3. Menghitung suara sah tiap parpol dibagi
dengan BPP;
4. Parpol
yang suaranya melebihi BPP otomatis langsung mendapat kursi, dan
5. Parpol
yang suaranya melebihi BPP tetapi belum cukup untuk kursi jadi
beroleh
sisa suara.
Pemilihan DPD
Daerah
pemilihan anggota DPD adalah provinsi dan setiap provinsi memiliki empat kursi
DPD dengan sistem Single Non Transferable
Vote (SNTV). Mekanisme pemilihan anggota DPD di pemilu 2004 sebagai
berikut:
1. Pemilih
mencoblos satu calon anggota DPD yang nama dan fotonya tercantum di ballot;
2. Empat
calon anggota DPD yang beroleh suara terbanyak otomatis menjadi anggota DPD dari
provinsi tersebut; dan
3. Jika
terdapat calon dengan urutan suara keempat yang beroleh suara sama, maka calon
dengan persebaran suara yang lebih merata di tiap daerah yang jadi pemenang.
Pemilihan Presiden
Sistem yang digunakan adalah Two Round System, di mana pemilihan
presiden akan diadakan dua putaran. Putaran pertama seluruh pasangan
(capres-cawapres) yang ada bertarung untuk memperoleh mayoritas 50% plus 1.Jika
di dalam putaran pertama ada di antara pasangan capres-cawapres yang beroleh
suara > 50% dengan sedikitnya 20% suara di setiap dari setengah jumlah
provinsi yang ada di Indonesia, maka pasangan tersebut otomatis menang.Namun,
jika tidak ada satu pun pasangan yang memenuhi syarat tersebut, maka diadakan
pemilu putaran kedua.Putaran kedua menghendaki pasangan capres-cawapres yang
beroleh suara terbanyak otomatis terpilih selaku presiden dan wakil presiden
Republik Indonesia.
B. Kondisi Politik Pemilu
Tahun 2004
Pentas politik di Indonesia tampaknya
cukup kental diwarnai dengan berbagai fenomena
menggelikan dan kekanak-kanakan. Beberapa politisi menyebut politisi lain
sebagai kanak-kanak dan tidak mampu
mengurus negara ini dan dirinya sendiri.Kemudian politisi menyebut kekanak-kanakan itu marah
dan balas mengejek.Saling ejek sering
terjadi persis kanak-kanak.
Pada era Pemilu 2004, politisi
kekanak-kanakan disebutkan oleh Taufik Kiemas terhadap capres Susilo Bambang
Yudoyono (SBY).Taufik menyebut SBY kekanak-kanakan karena mengadu kepada pers
ketika tak diacuhkan Megawati.SBY sebagai Menko Polkam tidak dilibatkan dalam
rapat Polkam.Merasa tak difungsikan, SBY berbicara kepada pers. Itulah yang
disebut Taufik kekanak-kanakan.
Fenomena politik kanak-kanak masih berlanjut,
dalam kampanye legislatif Maret 2004, anak-anak ternyata ikut meramaikan. Tanpa
harus tahu apa makna kampanye, anak-anak turut dilibatkan dalam kegiatan orang
dewasa ini. Kejadian unik dan menggelikan terjadai ketika kampanye di Kecamatan
Kamapar Kiri, Kabupaten Kampar Riau yang dihadiri Ketua Umum PPP Hamzah
Has.Seorang anak balita yang baru belaajar berbicara ditampilkan dalam
kampanye. Skenarionya sang anak meneriakkan “hidup PPP”. Tetapi di luar dugaan
semua orang, sang balita meneriakkan “coblos moncong putih”. Momen ini menjadi
sebuah rekayasa yang digagalkan oleh keluguan.Tanpa disadari anak ternyata bisa
memperdayai orang dewasa, keluguan dan kepolosan kadang dapat mengalahkan tipu
daya.
Nomor urut juga menjadi bahan kampanye
bagi capres yang bersaing dalam pilpres 2004.Tim kampanye Partai Golkar
misalnya bangga menunjukkan bahwa dimana-mana presiden adalah nomor satu.
Sebaliknya tim kampanye capres Megawati yang mendapatkan nomor dua juga tak
kalah akal. Bunyinya pun akal-akalan, ikut pemilu nomor satu lalu nomor duanya
dicoblos. Tim kampanye Amien Rais mengiklankan cara melakukan pencoblosan di
TPS. Pertama ambil surat suara, kedua dibuka, lalu dicoblos nomor tiga,
kemudian dilipat, dan kelima dimasukkan ke kotak suara.
Tampaknya nomor dan angka memang menjadi
fenomena tersendiri dalam rangkaian pemilu 2004 ini.Perselisihan pemilu juga
banyak terjadi karena angka-angka yang dapat dimainkan oleh oknum petugas
tertentu sehingga mengundang protes dari kontestan yang dirugikan.Karena
mendapat sejumlah angka,
maka sebagian petugas KPU tega melanggar sumpahnya untuk berlaku adil.
Politik simbol tak dapat dihilangkan dalam
pemilu 2004.Dalam tataran tertetu, simbol dan lambang biasanya digunakan
oleh kelompok yang belum memiliki bahasa dan komunikasi yang baik. Politik
simbol memang dianggap sebagai cara dan wilayah yang aman untuk menyembunyikan
orang-orang yang bermain di arena politik. Dengan simbol yang kuat politisi
berusaha menutupi kelemahannya dengan simbol partai yang bersih.Politisi di dalamya
berusaha menutupi kekotoran cara-caranya.Para pemilih mencoblos simbol yakni
lambang partainya.Sementara
itu para politisi ikut mengambil manfaat dengan bersembunyi di belakang simbol
sehingga rakyat tidak tahu siapa mereka,
malingkah, koruptorkah, pemabukkah atau politisi
baik-baik.
Popularitas juga mempengaruhi politik
pemilu tahun 2004. Semua isu dan berbagai cara digunakan untuk dapat lebih
popular di Indonesia. Siapa yang tidak mengenal Wiranto, Megawati, Amies Rais,
SBY, dan Hamzah Has.Mereka berkampanye untuk lebih mempopulerkan eksistensinya
meraih simpati bahkan menimbulkan fanatisme.
Wiranto misalnya mengangkat popularitasnya
dengan mengkampanyekan diri sebagai pemimpin kuat, tegas dan memperhatikan
nasib rakyat.Megawati menampilkan diri sebagai pemimpin yang memperbaiki masa
silam yang buruk.Amien Rais
menampilkan sebagi pemimpin yang jujur, cerdas, dan berani.SBY menampilkan diri
sebagai pemimpin yang mampu menciptakan rasa aman, keadilan dan kesejahteraan.
Hamzah Has mempersepsikan diri untuk menjadi pemimpin yang akan memajukan
pendidikan, agama, dan generasi infotech.
Dalam pilpres 2004, simpati juga menjadi
faktor penentu yang sangat signifikan.Capres SBY langsung meroket
popularitasnya setelah dituding anak kecil olek Taufik Kiemas.Wiranto meroket
popularitsnya setelah makin banyak tudingan miring dan tak mendasar mengenai
masa lalunya.Megawati menyebutkan sebagai orang yang menerima kekuasaan setelah
adanya “kebobrokan Orde Baru”
dan dizalimi Orba.
Peranan
pers dalam pemilu 2004 sangat besar mengangkat popularitas seorang calon
pemimpin.Pers dapat dikatakan sebagai salah satu pilar suksesnya pemilu
2004.KPU juga menggunakan pers dalam melakukan sosialisasi pemilu, selain juga
pers dimanfaatkan oleh peserta pemilu. Sebagian politisi mampu memaksa media
massauntuk menjadikan mereka berita headline.
Amien Rais masuk ke pasar, naik kereta api, ikut berdesak-desakanan merupakan
terobosan baru dalam berkampanye yang mau tak mau harus menjadai berita besar.
Gebrakan SBY dengan melawan Megawati juga menjadi berita besar yang memaksa
pers harus menulis dan menyiarkan.Berita memang berbeda dengan iklan, karena
berita memberikan gambaran yang jelas dan lebih menarik disimak.Maka dari itu, kendati biaya
kampanye Megawati lebih besar, namun popularitasnya tidak sebaik SBY. Ini terjadi karena SBY lebih mengandalkan
berita yang gratis daripada Megawati mengandalkan iklan dan minim pemberitaan.
C. Pelaksanaan
Pemilu yang Luberjurdil
1.
Pengertian
Luberjurdil
Pemilu yang luberjurdil mengandung
pengertian bahwa pemilihan umum harus diselenggarakan secara demokratis dan
transparan, berdasarkan pada asas-asas pemilihan yang bersifat langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta
jujur dan adil.
a)
Langsungberarti
rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai
dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
b) Umum
berarti pada dasarnya semua
warganegara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur
17 (tujuh belas) tahun atau telah/ pernah kawin berhak ikut memilih dalam pemilu. Warganegara yang sudah
berumur 21 (dua puluh satu) tahun berhak dipilih. Jadi, pemilihan yang bersifat
umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua
warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi
(pengecualian) berdasar acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin,
kedaerahan, dan status sosial.
c) Bebas
berarti setiap warganegara yangbberhak
memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun.
Didalam melaksanakan haknya, setiap warganegara dijamin keamanannya, sehingga
dpat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
d) Rahasia
berarti
dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pemilihnya tidak akan
diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan
suaranya pada surat suara yang tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada
suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah
keluar dari tempat pemungutan suara dan secara bersedia mengungkapkan
pilihannya kepada pihak manapun.
e) Jujur
berarti dalam menyelenggarakan pemilihan
umum, penyelenggaraan atau pelaksana, pemerintah dan partai politik serta pemilu, pengawas dan
pemantau pemilu,
termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, haris
bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
f) Adil
berarti dalam menyelenggarakan pemilu,
setiap pemilih dan partai politik peserta pemilu
mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Pemilihan umum yang luberjurdil dibutuhkan semua
pihak, baik itu pemerintah, partai politik, masyarakat, serta kalangan
internasional.Hal ini berarti
pemilihan umum berfungsi sebagai sarana untuk melakukan pengertian pemerintahan
secara wajar dan damai. Keabsahan pemerintah dan pergantian pemerintah sevcara
wajar dan damai hanya dapat dijamin jika hasil Pemilu dapat diterima dan
dihormati oleh pihak yang menang maupun pihak yang kalah, serta rakyat dan dunia
internasional pada umumnya.
2.
Mewujudkan
Pemilu yang Luberjurdil
Untuk
mewujudkan pemilu
yang luberjurdil, dibutuhkan beberapa persyaratan,
diantaranya adalah :
a) Peraturan
perundangan yang mengatur pemilu
harus tidak membuka peluang bagi terjadinya tindak kecurangan maupun
menguntungkan satu atau pihak tertentu.
b) Peraturan
pelaksanaan pemilu
yang memuat petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan pemilu harus tidak membuka
peluang bagi terjadinya tindak kecurangan maupun menguntungkan satu atau
beberapa pihak tertentu.
c) Badan
atau lembaga penyelenggara pemilu
harus bersifat mandiri dan independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan/ atau partai politik, peserta pemilu baik dalam hal
kebijakan maupun operasionalnya, serta terdiri dari tokoh-tokoh yang
kredibilitasnya tidak diragukan.
d) Panitia
pemilu di tingkat nasional
maupun daerah harus bersifat mandiri dan independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan/ atau partai, politik peserta pemilu baik dalam hal
kebijakan maupun operasionalnya, serta terdiri dari tokoh-tokoh yang
kredibilitasnya tidak diragukan. Keterlibatan aparat pemerintahan dalam
kepanitiaan pemilu
sebatas pada dukungan teknis operasional dan hanya bersifat administratif.
e) Partai
politik peserta pemilu
memiliki kesiapan yang memadai untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemilu, khususnya yang
berkaitan dengan kepanitiaan pemilu
serta kemampuan mempersiapkan saksi-saksi di tempat-tempat pemungutan suara.
f) Lembaga
atau organisasi atau jaringan pemantauan pemilu
harus terlibat aktif dalam setiap proses dan tahapan pemilu disemua tingkatan
diseluruh wilayah pemilihan untuk
memantau perkembangan penyelenggaraan pemilu.
g) Anggota
masyarakat luas baik secara perseorangan dan kelompok, maupun berhimpun dalam
organisasi-organisasi kemasyarakatan harus katif dalam memantau setiap
perkembangan penyelenggaraan pemilu
di daerah masing-masing.
h) Insan
pers dan media massa harus memberikan perhatian secara khusus pada setiap
perkembangan penyelenggaraan pemilu,
supaya setiap perkembangan yang ada dapat diberitakan kepada anggota masyarakat
luas.
i)
Memupuk kesadaran
politik setiap warganegara supaya semakin sedar akan hak politiknya dalam
pemilu dan semakin memiliki kematangan dan kedewasaan politik sehingga tidak
mudah untuk dipaksa, diancam, dibeli, maupun dipengaruhi dengan cara-cara yang
tidak wajar untuk memilih, atau berbuat kecurangan yang menguntungkan
pihak-pihak tertentu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang penulis
paparkan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa Indonesia telah melakukan
berbagai eksperimen politik sejak masa kemerdekaan hingga saat ini, salah satunya adalah pemilu pada tahun 2004.
1. Pelaksanaan Pemilihan
Umum 2004
Pemilupada tahun 2004
merupakan pemilu yang berada pada saat pers bebas.
Pemilu tahun 2004 juga merupakan pemilu pertama rakyat Indonesia
memilih presidennya secara langsung.
Sistem
pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan Daftar Calon Terbuka.Untuk
memilih anggota parlemen, digunakan sistem pemilu Proporsional dengan varian
Proporsional Daftar (terbuka).Untuk memilih anggota DPD, digunakan sistem
pemilu Lainnya, yaitu Single Non
Transverable Vote (SNTV).Sementara untuk memilih presiden, digunakan sistem
pemilihan Mayoritas/Pluralitas dengan varian Two Round System (Sistem Dua Putaran).
2. Kondisi Politik Pemilu
Tahun 2004
Pemilu tahun 2004 dijuluki
sebagai pemilu yang kekanak-kanakan, karena calon presidennya yang memang bersifat
demikian. Taufik Kiemas merupakan salah satu orang yang menyebut calon presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai politisi yang kekanak-kanakan. Hal ini
dikarenakan SBY sering mengadu kepada pers ketika tak diacuhkan Megawati.
Popularitas
juga mempengaruhi politik pemilu tahun 2004. Semua isu dan berbagai cara
digunakan untuk dapat lebih popular di Indonesia. Siapa yang tidak mengenal
Wiranto, Megawati, Amies Rais, SBY, dan Hamzah Has.Mereka berkampanye untuk
lebih mempopulerkan eksistensinya meraih simpati bahkan menimbulkan fanatisme.
3.
Pelaksanaan Pemilu yang Luberjurdil
Pemilu yang luberjurdil mengandung
pengertian bahwa pemilihan umum harus diselenggarakan secara demokratis dan
transparan, berdasarkan pada asas-asas pemilihan yang bersifat langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta
jujur dan adil.Agar terwujud
pemilu yang luberjurdil maka KPU harus menegakkan peraturan dan persyaratan
ketika pelaksanaan pemilu, terutama pada panitia dan pengawas dan pemilu (panwaslu). Dengan demikian maka pemilu akan terlaksana
sesuai dengan asas-asas luberjurdil dan berjalan secara deomokratis serta
transparan.
B. Saran
1.
Untuk para Politisi
Untuk para politisi seperti para calon presiden sebaiknya
mampu bersifat dewasa ketika menghadapi pemilihan umum. Diperlukan seseorang
yang benar-benar mampu untuk membawa masa depan Indonesia. Jadi, para capres
juga harus mampu bersaing sehat ketika memperebutkan posisi penting, sebagai
pemimpin bangsa.
2.
Untuk Masyarakat
Bagi masyarakat yang memilih sebaiknya menggunakan hak
pilihnya dengan sebaik-baiknya. Artinya harus memilih sesuai dengan hati nurani
masing-masing dan tanpa ada paksaan atau ancaman dari pihak manapun agar
terwujud pemilu yang luberjurdil.
DAFTAR PUSTAKA
Purwasito, Andrik. 2011. Pengantar Studi Politik. Surakarta: UNS Press.
S, Muhammad Amin M. 2007. Dilema Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sukarna. 1990. Pembangunan
Politik. Bandung: Mandar Maju.
Sumber Internet:
Gerakan Sarjana Jakarta. 1999. Panduan Untuk Pemantauan Pemilihan Umum. http://gsj.tripod.com/pantau1.htm. (diakses 3
April 2014 pukul 16.00)
[1] Vedi R Hadiz, Dinamika Kekuasaan,
Ekonomi Politik Indonesia Pasca Soeharto, LP3ES,2005.
[2]Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Pasal 46, 47 dan 48.
[3]ibid. Pasal 49.
[4]Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 50.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar