Jumat, 07 Maret 2014



Nama              : Nela Ambarwati
NIM               : K6413044
Prodi               : PPKn
Kelas              : B

BERBAGAI PERTIMBANGAN UNTUK PRO
TERHADAP RUU KUHP

Saat ini para pakar hukum di Indonesia sedang bekerja keras dalam mengkaji perbuatan pidana yang dianggap pantas untuk dipidanakan menurut undang-undang yang akan di sahkan nantinya. Salah satu hal yang sangat kontroversi dalam RUU KUHP adalah dimuatnya pasal santet. Salah satu pihak yang setuju dengan dimasukkannya pasal santet dalam RUU KUHP antara lain dari pihak Kepolisian yang diwakili oleh Brigjen Bambang Sri Herwanto yang menjabat sebagai Kepala Biro Penyusunan dan Penyuluhan Hukum (karosunluhkum) MABES POLRI berpendapat “Bahwa santet merupakan ilmu gaib yang butuh pembuktianyang kongkret, namun jika nantinya di atur, POLRI siap untuk melaksanakan danberusaha membuktikan soal adanya santet tersebut”.
Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia Muzakir, segera meluruskan kontruksi hukum pasal 293 Ruu KUHP, “Tak ada istilah pasal santet dalam pasal 293 itu”. Menurutnya, pasal itu dikenakan bagi mereka yang menawarkan jasa ilmu gaib untuk membunuh orang lain.
Pasal 293 RUU KUHP tentang Santet yang menjadi perdebatan tersebut berbunyi :
(1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberi batuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidanan dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melakukan perbuatan tersebur untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3.
Selain Brigjen Bambang Sri Herwanto,Achmad Dimyati Natakusumah yang merupakan Wakil Ketua Badan Legislatif  juga merupakan orang yang pro dengan RUU KUHP dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
1.    RUU tersebut bertujuan untuk menjadi payung hukum yang melindungi masyarakat yang mengklaim dirinya menjadi korban penipuan orang-orang yang mengaku dukun, paranormal atau sejenisnya.
2.    Istilah santet tidak ada dalam RUU tersebut, yang ada hanyalah tindak pidana penipuan khusus. Jadi jelas dalam RUU KUHP ini sebagai delik aduan, dan bukan untuk membuktikan adanya santet. Tapi lebih kepada tindakan seseorang yang merugikan orang lain.
3.    Untuk membantu masyarakat yang menjadi korban penipuan dukun santet, diharapkan RUU ini juga bisa membantu orang-orang yang diberitakan atau difitnah sebagai dukun santet dan akhirnya dikeroyok bahkan dibunuh warga , seperti yang terjadi di Banyuwangi. Selama ini, polisi berkilah tak bisa menjerat dukun santet, sehingga warga main hakim sendiri. Pasal 293 RUU KUHP justru mencegah tindakan main hakim sendiri.
4.    Sampai sekarang kasus penanganan pengeroyokan sekaligus pembunuhan orang yang dicurigai dukun santet itu masih belum jelas. Nah RUU KUHP ini bertujuan agar kasus seperti ini tidak terulang kembali.
Pihak lain yang juga pro terhadap RUU KUHP adalah Chairul Huda, yaitu dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta dengan alasan sebagai berikut :
1.    Tindak pidana santet yang dimaksud pasal 293 RUU KUHP lebih mendekati pada delik penipuan, yaitu mengaku memiliki kemampuan santet dan menyebarluaskannya. Ayat (1) dari pasal ini dikenakan bagi pelaku delik yang melakukan tindakannya secara sporadis dan tidak berkelanjutan. Sementara ayat (2) melingkupi segala tindakan santet yang dilakukan dengan kontinuitas dan bertujuan mencari keuntungan (mata pencaharian).
2.    Pencantuman pasal santet justeru bermaksud mengajak masyarakat untuk meninggalkan pemikiran-pemikiran yang tidak maju ditinjau dari watak bangsa. Dasar pembentukan KUHP bukan hanya dari perbuatan yang dianggap tercela di dalam masyarakat, tetapi juga bertujuan membentuk watak bangsa.

Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar