SEJARAH
BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
DI
INDONESIA
Seperti yang kita ketahui hukum pidana tidak
dibuat oleh bangsa kita sendiri, tetapi merupakan warisan bangsa Belanda
dahulu. KUHP kita sekarang ini masih terjemahan dari KUHP Belanda (Wetboek van
Strafrecht).
Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini ialah hukum pidana yang
telah dikodifikasi, yaitu sebagian terbesar dari aturan-aturannya telah disusun
dalam satu kitab undang-undang (wetboek), yang dinamakan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, menurut suatu sistem yang tertentu (Moeljatno, 2008 hal. 17).
Berikut dijelaskan
mengenai fase-fase berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia :
A. Fase sebelum Penjajahan Belanda
Sebelum bangsa Belanda masuk ke Indonesia hukum pidana yang
berlaku adalah hukum pidana yang tidak tertulis. Ada beberapa hukum pidana
tertulis tetapi hanya dibuat berlaku untuk daerah-daerah tertentu saja. Hukum
pidana tersebut dibuat oleh kerajaan-kerajaan yang ada pada masa itu. Contoh
hukum pidana yang tertulis yaitu :
1. Kutaramanawa
dalam Kerajaan Majapahit yang dibuat pada tahun 1350.
2. Pepakem
Cirebon untuk Kerajaan di Cirebon pada tahun 1768. (Kansil, 1989 hal 262).
B. Fase Penjajahan Belanda
Setelah Belanda masuk
ke Indonesia kemudian berlaku dua macam KUHP untuk dua golongan yang berbeda
yaitu :
1. Hukum
pidana yang berlaku bagi orang- orang Belanda dan orang-orang Eropa lainya
serta yang disamakan dengan mereka daengan catatan mereka berada di wilayah
Nusantara. KUHP ini yang termuat dalam
Wetboek van Strafrecht voor de Eropeanen. (1873)
2. Hukum
pidana yang berlaku bagi orang-orang bumi putera (Pribumi Indonesia) dan
golongan Timur Asing (Arab, India, Cina, dan sebagainya). KUHP ini termuat
dalam Wetboek van Strafrecht. (1867)
Kedua KUHP buatan Belanda tersebut
bersumber dari KUHP Perancis (Code Penal)
yaitu pada masa pemerintahan Napoleon Bonaparte. Untuk Code Penal sendiri
masih ada sedikit pengaruh dari KUHP Romawi.
Perbedaan antara KUHP untuk orang
Eropa (1867) adalah macam hukumannya,
misalnya :
1. Orang
Indonesia dapat diberi kerja paksa dengan kehernya diberi kalung besi atau
kerja paksa dengan tidak dibayar untuk mengerjakan pekerjaan umum, sedangkan
orang-orang Eropa tidak demikian, hanya hukuman penajara atau hukuman kurungan
saja.
2. KUHP
untuk orang Indoenesia disesuaikan dengan keadaan dan kebiasaaan orang
Indonesia, misalnya :
a. Perkawinan
dengan lebih dari satu orang perempuan tidak dihukum.
b.
Pengemis dan mandi di depan umum tidak
dihukum. (Kansil, 1989 hal. 261).
Kemudian pada tahun 1915 diumumkan adanya KUHP yang baru.
KUHP tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918 bagi semua penduduk
Indonesia dengan menghapus dua KUHP tersebut. Jadi, pada saat itu telah terwujud unifikasi dalam
hukum pidana mengakhiri dualisme yang ada sebelumnya (dengan adanya WvS voor
Nederlandsche Indie). KUHP 1918 yang tunggal ini tidak lagi turunan dari Code
Penal Prancis seperti KUHP yang sebelumnya. Akan tetapi sudah bersumber
langsung dari KUHP nasional Belanda yang telah ada sejak tahun 1866,
melalui beberapa perubahan , tambahan ataupun penyelarasannya untuk
diberlakukan di Indonesia (asas concordansi).
C. Fase Penjajahan Jepang
Masa pemerintahan
Belanda pun seolah-olah berhenti dengan datangnya Jepang ke Indonesia pada
tanggal 8 Maret 1942. Pada waktu itu Wetboek van Straftrecht voor Nederlandshe
Indie 1918masih tetap berlaku. Pada saat itu Jepang berhasil mengalahkan
Belanda. Meskipun Belanda tidak lagi menguasai Indonesia, akan tetapi KUHP
warisan Belanda masih tetap berlaku dengan beberapa tambahan ketentuan
kepidanaan yang dibuat pemerintah Jepang. Jadi sejak saat itu hukum pidana yang
berlaku di Indonesia adalah WvS voor Nederlandshe Indie dan ketentuan-ketentuan
hukum pidana Jepang.
D. Fase Indonesia Merdeka
Waktu terus berjalan,
hingga tiba di saat kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus
1945 Republik Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya. Berdasarkan
pasal II aturan peralihan dari UUD 195 yo. Pasal 192 Konstitusi RIS 1949 yo.
Pasal 142 UUDS 1950, ditetapkan bahwa segala lembaga negara dan peraturan hukum
yang ada pada waktu itu (WvS voor Nederlandshe Indie dan ketentuan-ketentuan
hukum pidana Jepang) masih berlaku sepanjang masih belum digantikan dengan yang
baru menurut UUD 1945 itu sendiri. Tapi itu tidak berarti, bahwa KUHP kita yang
sekarang, masih dalam keadaan asli atau telah diambil alih langsung oleh negara
kita, bahkan isi dan jiwanya pun telah diganti, sehingga telah sesuai dengan
keperluan dan keadaan nasional kita dewasa ini (Kansil, 1989 hal. 261).Perubahan
yang penting dari KUHP ciptaan Hindia
Belanda itu diadakan dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1946.
Untuk menegaskan kembali
pemberlakuan hukum pidana pada masa kolonial tersebut, pada tanggal 26 Februari
1946, pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana. Undang-undang inilah yang kemudian dijadikan dasar
hukum perubahan Wetboek van Strafrecht
voor Netherlands Indie menjadi Wetboek
van Strafrecht (WvS), yang kemudian dikenal dengan nama Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 yang
menyatakan, “Dengan menyimpang seperlunya dari Peraturan Presiden Republik
Indonesia tertanggal 10 Oktober 1945 No. 2, menetapkan bahwa
peraturan-peraturan hukum pidana yang sekarang berlaku ialah
peraturan-peraturan hukum pidana yang ada pada tanggal 8 Maret 1942.”
Meskipun demikian, dalam Pasal XVII
UU No. 2 Tahun 1946 juga terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa
“Undang-undang ini mulai berlaku buat pulau Jawa dan Madura pada hari
diumumkannya dan buat daerah lain pada hari yang akan ditetapkan oleh
Presiden.” Dengan demikian, pemberlakuan Wetboek
van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van Strafrecht hanya terbatas pada wilayah jawa dan
Madura.
Pemberlakuan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana di seluruh wilayah Republik Indonesia atau nasional baru dilakukan
pada tanggal 20 September 1958, dengan diundangkannya UU No. 7 Tahun 1958
tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Republik Indonesia
tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia
dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sebagaimana yang dinyatakan
dalam Pasal 1 yang berbunyi, “Undang-Undang No. 1 tahun 1946 Republik Indonesia
tentang Peraturan Hukum Pidana dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah
Republik Indonesia.”
Sampai saat ini masih
terus dilakukan berbagai pembaharuan hukum pidana. Upaya tersebut
berjalan semenjak tahun 1958 dengan berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional
sebagai upaya untuk membentuk KUHP Nasional yang baru. Seminar Hukum Nasional I
yang diadakan pada tahun 1963 telah menghasilkan berbagai resolusi yang antara
lain adanya desakan untuk menyelesaikan KUHP Nasional dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya. Upaya tersebut masih terus berjalan dan telah
menghasilkan beberapa konsep rancangan undang-undang. Semua upaya yang telah
dilakukan tidak pernah membuahkan hasil dan tidak pernah sampai pada kata
“final” dengan menyerahkannya pada legislatif. Oleh karena itu maka mulai 1 Januari 1918
berlakulah satu macam Hukum Pidana untuk semua golongan penduduk Indonesia
(unifikasi Hukum Pidana). (Kansil, 1989 hal. 261).
E. Fase Akhir setelah Indonesia
Merdeka
Ternyata bangsa Belanda
belum puas menjajah Indonesia. Melalui
aksi teror yang dilancarkan oleh NICA Belanda maupun negara-negara boneka yang berhasil
dibentuknya, Belanda sebenarnya belum selesai atas aksi kolonialismenya di
Indonesia.Bahkan pada tanggal 22 September 1945, Belanda mengeluarkan kembali
aturan pidana yang berjudul Tijdelijke Biutengewonge Bepalingen van Strafrecht
(Ketentuan-ketentuan Sementara yang Luar Biasa Mengenai Hukum Pidana) dengan
Staatblad Nomor 135 Tahun 1945 yang mulai berlaku tanggal 7 Oktober 1945.
Ketentuan ini antara lain mengatur tentang diperberatnya
ancaman pidana untuk tindak pidana yang menyangkut kata lain, walaupun
Indonesia merupakan negara merdeka, namun hukum pidana Indonesia belum bisa
melepaskan diri dari penjajahan. Wetboek van Strafrecht atau bisa disebut Kitab
Undang-undang Hukum Pidana telah diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1918.
Ini berarti KUHP telah berumur lebih dari 87 tahun. Jika umur KUHP dihitung
sejak dibuat pertama kali di Belanda (tahun 1881), maka KUHP telah berumur
lebih dari 124 tahun. Akibat dari hal ini adalah kembali
adanya dualisme hukum pidana yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandshe
Indie(569 pasal) dan Wetboek van Strafrecht voor Indonesia (570 pasal).
Dualisme ini terus
berlaku hingga mulai berakhir dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 73 tahun
1958 yang memperkuat Undang-Undang No. 1 tahun 1946 yang pada dasarnya menetapkan
bahwa Hukum Pidana yang berlaku bagi seluruh penduduk Indonesia (unifikasi)
ialah hukum pidanan yang termuat dalam Wetboek van Strafrecht voor nederlandshe
indie (596 pasal) atau dengan kata lain hukum pidana yang berlaku sejak 1
Januari 1918 dan bukan Wetboek van Strafrecht voor Indonesia yang berisi 570
pasal itu. Wetboek van Strafrecht voor Nederlandshe Indie tahun 1918 inilah
yang akhirnya diterjemahkan menjadi KUHP kita sampai saat ini.
Sumber :
Moeljatno,
Prof. SH.2008. Azas-Azas Hukum Pidana.
Jakarta : Rineka Cipta. (hal 17-18)
Kansil,
C. S. T. 1989.Drs. SH. Pengantar Ilmu
Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta : PN Balai Pustaka. (hal. 260-262)
http://gigyhardians.wordpress.com/2013/01/02/sejarah-hukum-pidana-indonesia/(diakses 19 Februari
2014 pukul 14.12)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar