Jumat, 07 Maret 2014



SEJARAH BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
DI INDONESIA

 Seperti yang kita ketahui hukum pidana tidak dibuat oleh bangsa kita sendiri, tetapi merupakan warisan bangsa Belanda dahulu. KUHP kita sekarang ini masih terjemahan dari KUHP Belanda (Wetboek van Strafrecht). Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini ialah hukum pidana yang telah dikodifikasi, yaitu sebagian terbesar dari aturan-aturannya telah disusun dalam satu kitab undang-undang (wetboek), yang dinamakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, menurut suatu sistem yang tertentu (Moeljatno, 2008 hal. 17).
Berikut dijelaskan mengenai fase-fase berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia :
A.  Fase sebelum  Penjajahan Belanda
Sebelum bangsa  Belanda masuk ke Indonesia hukum pidana yang berlaku adalah hukum pidana yang tidak tertulis. Ada beberapa hukum pidana tertulis tetapi hanya dibuat berlaku untuk daerah-daerah tertentu saja. Hukum pidana tersebut dibuat oleh kerajaan-kerajaan yang ada pada masa itu. Contoh hukum pidana yang tertulis yaitu :
1.    Kutaramanawa dalam Kerajaan Majapahit yang dibuat pada tahun 1350.
2.    Pepakem Cirebon untuk Kerajaan di Cirebon pada tahun 1768. (Kansil,  1989 hal 262).

B.  Fase Penjajahan Belanda
Setelah Belanda masuk ke Indonesia kemudian berlaku dua macam KUHP untuk dua golongan yang berbeda yaitu :
1.    Hukum pidana yang berlaku bagi orang- orang Belanda dan orang-orang Eropa lainya serta yang disamakan dengan mereka daengan catatan mereka berada di wilayah Nusantara. KUHP ini  yang termuat dalam Wetboek van Strafrecht  voor de Eropeanen. (1873)
2.    Hukum pidana yang berlaku bagi orang-orang bumi putera (Pribumi Indonesia) dan golongan Timur Asing (Arab, India, Cina, dan sebagainya). KUHP ini termuat dalam Wetboek van Strafrecht. (1867)
Kedua KUHP buatan Belanda tersebut bersumber dari KUHP Perancis (Code Penal) yaitu pada masa pemerintahan Napoleon Bonaparte. Untuk Code Penal sendiri masih ada sedikit pengaruh dari KUHP Romawi.
            Perbedaan antara KUHP untuk orang Eropa (1867) adalah  macam hukumannya, misalnya :
1.    Orang Indonesia dapat diberi kerja paksa dengan kehernya diberi kalung besi atau kerja paksa dengan tidak dibayar untuk mengerjakan pekerjaan umum, sedangkan orang-orang Eropa tidak demikian, hanya hukuman penajara atau hukuman kurungan saja.
2.    KUHP untuk orang Indoenesia disesuaikan dengan keadaan dan kebiasaaan orang Indonesia, misalnya :
a.    Perkawinan dengan lebih dari satu orang perempuan tidak dihukum.
b.    Pengemis dan mandi di depan umum tidak dihukum. (Kansil, 1989 hal. 261).
            Kemudian pada tahun 1915 diumumkan adanya KUHP yang baru. KUHP tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918 bagi semua penduduk Indonesia dengan menghapus dua KUHP tersebut. Jadi,  pada saat itu telah terwujud unifikasi dalam hukum pidana mengakhiri dualisme yang ada sebelumnya (dengan adanya WvS voor Nederlandsche Indie). KUHP 1918 yang tunggal ini tidak lagi turunan dari Code Penal Prancis seperti KUHP yang sebelumnya. Akan tetapi sudah bersumber  langsung dari KUHP  nasional Belanda yang telah ada sejak tahun 1866, melalui beberapa perubahan , tambahan ataupun penyelarasannya untuk diberlakukan di Indonesia (asas concordansi).

C.  Fase Penjajahan Jepang
Masa pemerintahan Belanda pun seolah-olah berhenti dengan datangnya Jepang ke Indonesia pada tanggal 8 Maret 1942. Pada waktu itu Wetboek van Straftrecht voor Nederlandshe Indie 1918masih tetap berlaku. Pada saat itu Jepang berhasil mengalahkan Belanda. Meskipun Belanda tidak lagi menguasai Indonesia, akan tetapi KUHP warisan Belanda masih tetap berlaku dengan beberapa tambahan ketentuan kepidanaan yang dibuat pemerintah Jepang. Jadi sejak saat itu hukum pidana yang berlaku di Indonesia adalah WvS voor Nederlandshe Indie dan ketentuan-ketentuan hukum pidana Jepang.

D.  Fase Indonesia Merdeka
Waktu terus berjalan, hingga tiba di saat kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Republik Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya. Berdasarkan pasal II aturan peralihan dari UUD 195 yo. Pasal 192 Konstitusi RIS 1949 yo. Pasal 142 UUDS 1950, ditetapkan bahwa segala lembaga negara dan peraturan hukum yang ada pada waktu itu (WvS voor Nederlandshe Indie dan ketentuan-ketentuan hukum pidana Jepang) masih berlaku sepanjang masih belum digantikan dengan yang baru menurut UUD 1945 itu sendiri. Tapi itu tidak berarti, bahwa KUHP kita yang sekarang, masih dalam keadaan asli atau telah diambil alih langsung oleh negara kita, bahkan isi dan jiwanya pun telah diganti, sehingga telah sesuai dengan keperluan dan keadaan nasional kita dewasa ini (Kansil, 1989 hal. 261).Perubahan yang penting dari  KUHP ciptaan Hindia Belanda itu diadakan dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1946.
Untuk menegaskan kembali pemberlakuan hukum pidana pada masa kolonial tersebut, pada tanggal 26 Februari 1946, pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Undang-undang inilah yang kemudian dijadikan dasar hukum perubahan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van Strafrecht (WvS), yang kemudian dikenal dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 yang menyatakan, “Dengan menyimpang seperlunya dari Peraturan Presiden Republik Indonesia tertanggal 10 Oktober 1945 No. 2, menetapkan bahwa peraturan-peraturan hukum pidana yang sekarang berlaku ialah peraturan-peraturan hukum pidana yang ada pada tanggal 8 Maret 1942.”
Meskipun demikian, dalam Pasal XVII UU No. 2 Tahun 1946 juga terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa “Undang-undang ini mulai berlaku buat pulau Jawa dan Madura pada hari diumumkannya dan buat daerah lain pada hari yang akan ditetapkan oleh Presiden.” Dengan demikian, pemberlakuan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van Strafrecht hanya terbatas pada wilayah jawa dan Madura.
Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di seluruh wilayah Republik Indonesia atau nasional baru dilakukan pada tanggal 20 September 1958, dengan diundangkannya UU No. 7 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang  Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 yang berbunyi, “Undang-Undang No. 1 tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.”
Sampai saat ini masih terus dilakukan berbagai pembaharuan hukum pidana. Upaya tersebut berjalan semenjak tahun 1958 dengan berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional sebagai upaya untuk membentuk KUHP Nasional yang baru. Seminar Hukum Nasional I yang diadakan pada tahun 1963 telah menghasilkan berbagai resolusi yang antara lain adanya desakan untuk menyelesaikan KUHP Nasional dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Upaya tersebut masih terus berjalan dan telah menghasilkan beberapa konsep rancangan undang-undang. Semua upaya yang telah dilakukan tidak pernah membuahkan hasil dan tidak pernah sampai pada kata “final” dengan menyerahkannya pada legislatif.  Oleh karena itu maka mulai 1 Januari 1918 berlakulah satu macam Hukum Pidana untuk semua golongan penduduk Indonesia (unifikasi Hukum Pidana). (Kansil, 1989 hal. 261).

E.  Fase Akhir setelah Indonesia Merdeka
Ternyata bangsa Belanda belum puas menjajah Indonesia. Melalui aksi teror yang dilancarkan oleh NICA Belanda maupun negara-negara boneka yang berhasil dibentuknya, Belanda sebenarnya belum selesai atas aksi kolonialismenya di Indonesia.Bahkan pada tanggal 22 September 1945, Belanda mengeluarkan kembali aturan pidana yang berjudul Tijdelijke Biutengewonge Bepalingen van Strafrecht (Ketentuan-ketentuan Sementara yang Luar Biasa Mengenai Hukum Pidana) dengan Staatblad Nomor 135 Tahun 1945 yang mulai berlaku tanggal 7 Oktober 1945.
Ketentuan ini antara lain mengatur tentang diperberatnya ancaman pidana untuk tindak pidana yang menyangkut  kata lain, walaupun Indonesia merupakan negara merdeka, namun hukum pidana Indonesia belum bisa melepaskan diri dari penjajahan. Wetboek van Strafrecht atau bisa disebut Kitab Undang-undang Hukum Pidana telah diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1918. Ini berarti KUHP telah berumur lebih dari 87 tahun. Jika umur KUHP dihitung sejak dibuat pertama kali di Belanda (tahun 1881), maka KUHP telah berumur lebih dari 124 tahun. Akibat dari hal ini adalah kembali adanya dualisme hukum pidana yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandshe Indie(569 pasal) dan Wetboek van Strafrecht voor Indonesia (570 pasal).
Dualisme ini terus berlaku hingga mulai berakhir dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 73 tahun 1958 yang memperkuat Undang-Undang No. 1 tahun 1946 yang pada dasarnya menetapkan bahwa Hukum Pidana yang berlaku bagi seluruh penduduk Indonesia (unifikasi) ialah hukum pidanan yang termuat dalam Wetboek van Strafrecht voor nederlandshe indie (596 pasal) atau dengan kata lain hukum pidana yang berlaku sejak 1 Januari 1918 dan bukan Wetboek van Strafrecht voor Indonesia yang berisi 570 pasal itu. Wetboek van Strafrecht voor Nederlandshe Indie tahun 1918 inilah yang akhirnya diterjemahkan menjadi KUHP kita sampai saat ini.
Sumber :
Moeljatno, Prof. SH.2008. Azas-Azas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta. (hal 17-18)
Kansil, C. S. T. 1989.Drs. SH. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta : PN Balai Pustaka. (hal. 260-262)
http://gigyhardians.wordpress.com/2013/01/02/sejarah-hukum-pidana-indonesia/(diakses 19 Februari 2014 pukul 14.12)
http://hukumpidana.bphn.go.id/sejarah-kuhp/(diakses 19 Februari pukul 14.30)      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar