Jumat, 03 November 2017

Artikel Jurnal

ANALISIS PENGGUNAAN PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN PADA
KURIKULUM 2013 REVISI KELAS X  DI SMA NEGERI 1 KARTASURA
TAHUN AJARAN 2016/2017[1]

Oleh :
Nela Ambarwati[2]

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk 1) mengetahui penggunaan penilaian autentik dalam pembelajaran PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura, 2) mengetahui kendala yang dialami guru dalam menggunakan penilaian autentik dalam pembelajaran PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura, 3) mengetahui upaya guru dalam mengatasi kendala penggunaan penilaian autentik pada pembelajaran PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Subjek penelitian ini adalah guru mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Uji validitas data yang digunakan dilakukan dengan trianggulasi sumber dan trianggulasi teknik. Analisis data menggunakan analisis model interaktif. Hasil penelitian adalah sebagai berikut ini. (1) Penggunaan penilaian autentik dalam pembelajaran PPKn kelas X di SMA N 1 Kartasura belum dilakukan sesuai prosedur dalam Kurikulum 2013, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun tahap analisis dan pelaporan penilaian. (2) Kendala yang dialami guru dalam menggunakan penilaian autentik dalam pembelajaran PPKn kelas X di SMA N 1 Kartasura diketahui dari prosedur penilaian yang dilakukan guru yaitu, perencanaan, pelaksanaan, serta analisis dan pelaporan penilaian. (3) Upaya guru untuk mengatasi kendala dalam perencanaan penilaian autentik adalah bertanya kepada guru yang lain lebih kompeten dan membuat instrumen penilaian sesuai kemampuan guru namun dapat mengukur kompetensi peserta didik secara autentik. Upaya untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan penilaian autentik yaitu membatasi komponen sikap yang akan dinilai pada setiap pertemuan dan membagi waktu sebelum semua kelompok presentasi. Sedangkan upaya untuk mengatasi kendala dalam analisis dan pelaporan penilaian autentik dilakukan dengan cara membuat deskripsi nilai yang singkat dan jelas, serta  memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk segera merekap nilai dan mengklasifikasikannya ke dalam masing-masing aspek, baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilan.



Kata kunci: Penggunaan, Kendala Guru, Upaya Guru, Penilaian Autentik, dan Pembelajaran PPKn

PENDAHULUAN
Penilaian memiliki kedudukan penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Mardapi (2012: 12) mengemukakan bahwa, upaya meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas penilaiannya. Keduanya saling terkait, pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik. Kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Selanjutnya penilaian yang baik dapat mendorong pendidik untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi peserta didik untuk belajar yang lebih baik.
Suprihatiningrum (2013: 128) menjelaskan bahwa, perubahan kurikulum memiliki konsekuensi terhadap kegiatan penilaian. Pendapat serupa juga dikemukakan dalam penelitian Bentri, Hidayati, dan Rahmi (2016) bahwa proses penilaian dilakukan sesuai dengan kurikulum yang berlaku di setiap satuan pendidikan. Hal ini dikarenakan penilaian adalah salah satu komponen yang berkaitan langsung dengan kurikulum. 
Lebih lanjut Suprihatiningrum (2013: 128) menjelaskan bahwa pada Kurikulum 2013 penilaian ditekankan pada perubahan perilaku atau performansi peserta didik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Penerapan pendekatan scientific dalam proses pembelajaran dan penilaian yang menekankan pada performansi peserta didik inilah yang kemudian melahirkan penilaian yang autentik.
Berdasarkan hasil penelitian Ngadip (2012:2) penilaian autentik direkomendasikan dan ditekankan penggunaannya dalam kegiatan pembelajaran, karena penilaian autentik menekankan kemampuan peserta didik untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki secara nyata. Penemuan serupa juga diungkapkan dalam penelitian Mansur (2015: 4) yang menyatakan bahwa, penilaian dalam Kurikulum 2013 dilaksanakan dalam bentuk penilaian autentik dan penilaian non-autentik, tetapi pendekatan utama dalam penilaian oleh pendidik adalah penilaian autentik. Sementara hasil penelitian Absari, Sudiana, dan Wendra (2015: 11) menyatakan bahwa, penilaian harus dilakukan secara merata meliputi penilaian pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Penilaian autentik merupakan penilaian direkomendasikan dalam kegiatan pembelajaran karena dengan penilaian autentik dapat diketahui bahwa tujuan pembelajaran benar-benar dicapai. Akan tetapi pada kenyataanya penilaian autentik belum dilaksanakan secara utuh sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Merujuk pada penelitian Fajar Ayuningtyas (2015) tentang “Analisis Pelaksanaan Penilaian Autentik Mata Pelajaran Biologi di SMA Negeri 1 Muntilan”, hasil penelitian tersebut adalah penilaian autentik belum dilaksanakan sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013, yaitu: 1) penilaian sikap menggunakan penilaian diri dilakukan 1-2 kali selama 2 semester sedangkan aturan yang tercantum dalam penilaian Kurikulum 2013 penilaian diri dilakukan tiap kali sebelum ulangan harian; 2) rubrik penilaian sikap jarang digunakan oleh guru, rubrik hanya sebagai kelengkapan dalam RPP yang dibuat guru; 3) soal remidi yang diberikan kepada siswa bersifat sama sedangkan petunjuk pelaksanaan remidi dilakukan melalui proses analisis dan remidi disesuaikan dengan ketidaktuntasan siswa; 4) penilaian proyek jarang dilakukan karena membutuhkan waktu yang lama (dilakukan 1 kali dalam setahun), padahal penilaian proyek seharusnya dilakukan 4 kali untuk kelas X dan kelas XI. Hal ini tercantum pada silabus kelas X dan XI semester genap. Pelaksanaan penilaian autentik yang belum sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013 dikarenakan adanya kendala dalam menggunakan penilaian autentik antara lain: 1) penilaian menyita banyak waktu; 2) penilaian rumit dengan konversi nilai; 3) faktor usia memengaruhi pemahaman guru; 4) guru kesulitan melakukan observasi karena jumlah peserta didik yang banyak; 5) siswa merasa keberatan dengan jumlah tugas yang banyak.
Melihat hasil penelitian tersebut, hingga saat ini masih ditemukan pendidik yang belum menggunakan penilaian autentik secara utuh, salah satunya adalah di SMA Negeri 1 Kartasura. Sekolah ini baru menerapkan Kurikulum 2013 Revisi pada kelas X tahun ajaran 2016/2017, sehingga penilaian autentik baru pertama kali digunakan di sekolah tersebut. Penilaian autentik digunakan pada semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, meskipun belum diterapkan secara utuh pada ketiga kompetensi peserta didik.
Berdasarkan pengamatan awal, ditemukan beberapa masalah dalam penggunaan penilaian autentik oleh pendidik di SMA Negeri 1 Kartasura. Salah satunya dialami oleh guru mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas X. Guru PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura mengalami kesulitan dalam menggunakan penilaian autentik, baik dalam membuat perencanaan, melaksanakan, maupun mengolah serta melaporkan hasil penilaian. Berdasarkan wawancara awal dengan salah seorang guru PPKn kelas X diketahui bahwa, perencanaan penilaian autentik dinilai rumit karena terlalu banyak teknik penilaian yang harus digunakan. Hal ini dapat menyita banyak waktu, sementara waktu untuk pembelajaran PPKn hanya tersedia selama dua kali empat puluh lima menit setiap minggu. Guru menganggap waktu tersebut tidak cukup untuk menggunakan semua teknik dalam penilaian autentik.
Adanya kesulitan dalam perencanaan tersebut mengakibatkan pada saat melaksanakan penilaian, guru PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura hanya menekankan pada kompetensi pengetahuan yang menjadikan tes tertulis maupun tes lisan sebagai cara penilaian yang dominan. Kemudian untuk menilai kompetensi sikap, guru hanya menggunakan teknik observasi, itu pun observasi sikap peserta didik pada saat mengikuti kegiatan pembelajaran secara keseluruhan dan tidak melihat sikap peserta didik satu per satu. Sedangkan untuk menilai keterampilan guru hanya menggunakan teknik penilaian praktik, yaitu ketika peserta didik melakukan presentasi di depan kelas.
Belum digunakannya penilaian autentik dalam pembelajaran PPKn ini dikhawatirkan guru tidak dapat membuktikan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai. Guru tidak dapat memperoleh data yang menggambarkan perkembangan belajar peserta didik yang sesungguhnya. Padahal gambaran perkembangan peserta didik perlu diketahui guru agar guru dapat mengetahui peserta didik yang benar-benar sudah memahami materi dan peserta didik yang belum memahami materi yang telah diajarkan. Hal ini tentu berdampak pada pelaksanaan tindak lanjut dan umpan balik oleh guru, apakah guru harus melakukan pengembangan materi, perbaikan, atau pengayaan.
Berdasarkan uraian di atas penting dilakukan analisis penggunaan penilaian autentik. Analisis dilakukan berdasarkan prosedur penggunaan penilaian autentik yang meliputi, perencanaan, pelaksanaan, serta analisis dan pelaporan penilaian.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk: 1) Mengetahui penggunaan penilaian autentik dalam pembelajaran PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura; 2) Mengetahui kendala yang dialami guru dalam menggunakan penilaian autentik dalam pembelajaran PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura; dan 3) Mengetahui upaya guru dalam mengatasi kendala penggunaan penilaian autentik pada pembelajaran PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk beberapa kalangan baik manfaat secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam hal penilaian pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, khususnya penilaian autentik dan dapat memberikan gambaran mengenai penggunaan penilaian autentik secara menyeluruh dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Sedangkan manfaat praktis dalam penelitian ini adalah sebagai masukan kepada peserta didik, guru, dan sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui penilaian pembelajaran yang sesuai dengan ketentuan Kurikulum 2013.
METODE PENELITIAN
Penelitian  ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Kartasura yang berada di Jalan Raya Solo – Yogya Km 11, Pucangan, Kecamatan Kartasura, Kota Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan menggambarkan keadaan subjek penelitian secara tepat pada situasi sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada (Sukardi, 2013: 157). Sementara itu metode penelitian kualitatif menurut Herdiansyah (2010: 18) adalah metode penelitian yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti. Sedangkan pendekatan studi kasus menurut Sukmadinata (2013: 99) adalah suatu pendekatan yang memfokuskan pada satu fenomena saja yang dipilih dan ingin dipahami secara mendalam, dengan mengabaikan fenomena-fenomena lainnya.
Peneliti memilih menggunakan metode deskriptif kualitatif karena pada penelitian ini tidak hanya mendeskripsikan keadaan subjek penelitian tetapi juga bermaksud untuk memahami peristiwa yang dialami oleh subjek penelitian. Peristiwa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penggunaan penilaian autentik dalam pembelajaran PPKn. Penelitian ini tidak hanya mendeskripsikan penilaian autentik yang telah dilaksanakan oleh guru PPKn, tetapi juga dilakukan pemahaman lebih mendalam terhadap pelaksanaan tersebut. Peneliti menggunakan pendekatan studi kasus karena dalam penelitian ini pun memfokuskan pada satu fenomena berupa penerapan kebijakan yaitu tentang kebijakan penggunaan penilaian autentik dalam mata pelajaran PPKn pada Kurikulum 2013.
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari informan, peristiwa dan dokumen. Menurut Lofland dan Lofland yang dikutip Moleong (2013: 157) sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto, dan statistik.
            Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Herdiansyah (2012: 106) menuturkan bahwa purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang berdasarkan kepada ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek yang dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini cenderung memilih informan dari orang-orang yang akan dijadikan informasi kunci (key informan) yang dapat dipercaya yaitu guru PPKn dan peserta didik kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura.
            Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh dan menyusun data penelitian ini adalah dengan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan terhadap  guru PPKn dan beberapa peserta didik kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura. Observasi ini dilakukan dengan mengamati guru dalam melaksanakan penilaian autentik pada pembelejaran PPKn. Dokumen yang dianalisis dalam penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kompetensi Dasar 3.6 Menganalisis ancaman terhadap negara dan upaya penyelesaiannya di bidang ipoleksosbudhankam dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika, serta hasil pengolahan nilai pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Teknik uji validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi sumber dan trianggulasi teknik Penelitian ini menggunakan trianggulasi sumber dan trianggulasi teknik karena untuk menutup kemungkinan apabila ada kekurangan data dari salah satu sumber atau salah satu teknik, maka dapat dilengkapi dengan data dari sumber atau teknik yang lain.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.      Penggunaan Penilaian Autentik dalam Pembelajaran PPKn Kelas X Di SMA Negeri 1 Kartasura
Penggunaan penilaian autentik meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, serta analisis dan pelaporan. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi, perencanaan penilaian meliputi: menganalisis kompetensi dasar dan mengembangkan indikator, merancang kegiatan pembelajaran, dan menentukan teknik dan instrumen penilaian.
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi diperoleh informasi bahwa indikator pencapaian kompetensi pengetahuan belum sesuai dengan kompetensi dasar. Hal ini menunjukkan bahwa guru belum menganalisis semua kompetensi dasar yang hendak dinilai. Sedangkan menurut Mansur (2012: 5-6), pada tahap perencanaan hal pertama yang harus dilakukan adalah menganalisis kompetensi dasar dari kompetensi inti pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Setelah menganalisis kompetensi dasar dan merumuskan indikator, maka langkah selanjutnya adalah menentukan tujuan dan merancang kegiatan pembelajaran. Akan tetapi pada Kurikulum 2013 edisi revisi, tujuan pembelajaran tidak dicantumkan dalam RPP sehingga guru juga tidak  membuatnya. Setelah merumuskan indikator, guru langsung merancang kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini Mansur (2012: 7) mengutarakan bahwa setelah menganalisis KD dan mengembangkan indikator, langkah selanjutnya adalah menentukan tujuan serta merancang kegiatan pembelajaran.
Tahap terakhir dalam membuat perencanaan adalah menentukan teknik dan instrumen penilaian. Berdasarkan hasil pengumpulan data, diketahui bahwa tidak semua guru menyusun perangkat penilaian sesuai dengan pedoman. Pembuatan perangkat penilaian yang sesuai dengan pedoman hanya penilaian pengetahuan. Sementara untuk penilaian sikap dan keterampilan belum sepenuhnya sesuai. Pada penilaian sikap teknik yang digunakan hanya observasi dengan instrumen lembar observasi. Sedangkan pada penilaian keterampilan teknik yang digunakan hanya penilaian praktik dengan instrumen lembar penilaian praktik. Menurut pedoman penilaian untuk SMA yang dimuat dalam Kemendikbud (2015, 7-22), teknik penilaian sikap dapat dilakukan melalui observasi, penilaian diri, dan penilaian teman sejawat sementara penilaian keterampilan dapat dilakukan dengan berbagai teknik antara lain penilaian praktik/kinerja, proyek, dan portofolio.
Pada saat menyusun perencanaan penilaian, perlu diperhatikan beberapa hal seperti yang telah disampaikan oleh Mansur (2012: 5-9) yaitu: 1) Menganalisis kompetensi dasar dan mengembangkan indikator; 2) Menentukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai; 3) Merancang skenario pembelajaran untuk mencapai KD; 4) Menentukan bentuk dan teknik instrumen penilaian autentik. Dari beberapa tahapan tersebut, yang diterapkan guru dalam menyusun perencanaan penilaian adalah menganalisis kompetensi dasar dan mengembangkan indikator, merancang skenario pembelajaran untuk mencapai KD, serta menentukan teknik dan instrumen penilaian.
Selanjutnya, pelaksanaan penilaian autentik dilakukan untuk menilai kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Hal ini sesuai dengan Teori Kecakapan Belajar Gagne yang dikutip Basuki dan Hariyanto (2014: 16) hasil belajar dibagi menjadi lima kelas perilaku yang menggambarkan kecakapan kognitif, kecakapan motorik, dan sikap. Teori tersebut diperkuat oleh Mansur (2015: 12) yang mengemukakan bahwa pelaksanaan penilaian autentik meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Penilaian pengetahuan dilakukan dengan cara memberikan tes tertulis di akhir pembelajaran, di mana pengerjaannya tidak boleh melihat catatan maupun sumber belajar lainnya. Ada pula guru yang menilai pengetahuan dengan cara tes lisan berupa kuis dan tanya jawab. Sejalan dengan pernyataan tersebut Ratnawulan & Rusdiana (2015: 291) mengemukakan bahwa bentuk penilaian pengetahuan dapat dilakukan melalui tes atau ujian yang dilaksanakan oleh guru untuk mengetahui pemahaman terhadap materi. Selain itu Basuki & Hariyanto (2014: 173) juga menjelaskan bahwa pelaksanaan penilaian autentik dapat dilakukan melalui kuis yang diberikan guru berupa tanya jawab untuk mengetahui kompetensi peserta didik dalam menguasai bahan ajar tertentu.
Selanjutnya, pada pelaksanaan penilaian sikap pada umumnya guru menggunakan teknik observasi. Pada saat menggunakan teknik observasi guru hanya mengamati sikap peserta didik secara keseluruhan. Guru lebih fokus memberikan materi dan melakukan kegiatan pembelajaran seperti diskusi dan presentasi. Penilaian sikap dengan demikian tentu tidak dapat menggambarkan sikap peserta didik yang sesungguhnya. Merujuk pada pernyataan tersebut, guru terlalu menekankan kompetensi pengetahuan pada saat pembelajaran berlangsung. Dalam hubungan ini Basuki & Hariyanto (2014: 183) menjelaskan bahwa ranah sikap dapat meningkatkan atau menghambat bahkan mencegah peserta didik belajar. Oleh karena itu, guru seharusnya tidak mengabaikan ranah sikap dalam pembelajaran maupun pada saat menilai hasil belajar peserta didik.
Sementara itu, pelaksanaan penilaian keterampilan dilakukan oleh guru dengan teknik penilaian praktik. Penilaian praktik dilakukan pada saat peserta didik mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Dengan demikian guru dapat mengetaui performa peserta didik yang sebenarnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Basuki & Hariyanto (2014: 209) yang mengungkapkan bahwa penilaian keterampilan dicirikan oleh adanya aktivitas fisik dan keterampilan kinerja oleh peserta didik.
Setelah melakukan perencanaan dan melaksanakan penilaian autentik, tahap selanjutnya yang perlu dilakukan oleh guru adalah melakukan analisis (pengolahan) dan pelaporan nilai. Nilai yang diolah berasal dari pekerjaan peserta didik dari kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pengolahan nilai pengetahuan berasal dari nilai tes tertulis, tes lisan, dan penugasan dari masing-masing kompetensi dasar selama satu semester. Semua nilai yang diperoleh dijumlah kemudian dihitung rata-ratanya. Seperti halnya Mansur (2015: 19) yang mengemukakan bahwa pengolahan nilai pengetahuan  diambil dari nilai rerata. Sementara itu, pengolahan nilai sikap dilaksanakan dengan cara mengambil nilai sikap dari peserta didik selama satu semester yang paling banyak muncul. Nilai tersebut akan menjadi menjadi nilai akhir peserta didik. Sehubungan ini, Mansur (2015: 19) menyatakan bahwa nilai akhir yang diperoleh untuk ranah sikap diambil dari nilai modus (nilai yang paling banyak muncul). Selanjutnya, untuk pengolahan nilai keterampilan dilakukan dengan cara mengambil nilai yang tertinggi. Mansur (2015:19) menjelaskan bahwa nilai akhir untuk ranah keterampilan diambil dari nilai optimal (nilai tertinggi yang dicapai). Nilai yang dimaksud adalah nilai ketika peserta didik melakukan presentasi, apakah materi yang dipresentasikan dikembangkan sendiri atau tidak.
Rounded Rectangle: 1) Menganalisis KD dan mengembangkan indikator.
2) Merancang kegiatan pembelajaran.
3) Menentukan teknik dan instrumen penilaian.
Setelah melakukan analisis nilai, langkah selanjutnya adalah melaporkan nilai yang telah dianalisis ke dalam rapor peserta didik. Laporan hasil penilaian yang dibuat oleh guru berupa nilai dan deskripsi pencapaian kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Sehubungan ini, Mansur (2015: 21) mengungkapkan bahwa hasil penilaian yang meliputi tiga aspek pembelajaran yakni penilaian pengetahuan, sikap, dan keterampilan, masing-masing dideskripsikan pada buku rapor peserta didik sehingga lebih informatif dan komunikatif. Penggunaan penilaian autentik juga dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
 













Skema Penggunaan Penilaian Autentik
2.      Kendala yang Dialami Guru dalam Menggunakan Penilaian Autentik dalam Pembelajaran PPKn Kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura
Terdapat beberapa kendala yang dialami guru dalam melakukan penilaian, baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pelaporan. Pada saat menyusun rencana penilaian, kendala yang ditemui adalah pada saat mengembangkan indikator dan mengembangkan instrumen penilaian. Pada saat mengembangkan indikator, kendala yang dialami oleh guru adalah melakukan identifikasi setiap kompetensi dasar apa saja yang akan dinilai kemudian menentukan indikator yang sesuai. Selain itu, dalam mengembangkan indikator, guru juga merasa kesulitan untuk menyesuaikan materi dengan penilaian yang akan dilakukan mengingat belum adanya buku pendamping untuk mata pelajaran PPKn yang sesuai dengan Kurikulum 2013. Abidin (2014: 90) menjelaskan bahwa sebelum melaksanakan penilaian harus ditentukan terlebih dahulu indikatornya. Indikator yang dibuat harus sesuai dengan kompetensi dasar dan materi yang akan dibelajarkan kepada peserta didik.
Kendala lain yang dihadapi guru saat membuat perencanaan penilaian adalah mengembangkan instrumen penilaian. Sebagian guru tidak mengembangkan instrumen penilaian untuk melaksanakan penilaian autentik. Guru hanya menyusun instrumen penilaian sesuai pengetahuan dan kemampuannya. Mengingat Kurikulum 2013 baru berjalan satu tahun di SMA N 1 Kartasura dan belum ada pelatihan terkait pembelajaran Kurikulum 2013 maupun penggunaan penilaian autentik. Dengan demikian guru belum benar-benar memahami instrumen yang tepat untuk penilaian autentik. Abidin (2014: 91) mengungkapkan bahwa instrumen penilaian dipergunakan untuk menilai kinerja peserta didik untuk setiap indikator. Berdasarkan pendapat ini dapat dikatakan bahwa instrumen harus dibuat sesuai dengan indikator.
Pelaksanaan penilaian autentik yang dilakukan guru meliputi pelaksanaan penilaian pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Berdasarkan hasil pengumpulan data, diketahui bahwa terdapat beberapa guru yang mengalami kendala dalam melaksanakan penilaian autentik. Kendala tersebut timbul pada saat melaksanakan penilaian sikap dan keterampilan.
Penilaian autentik untuk kompetensi sikap peserta didik terdiri atas komponen yang tidak sedikit. Banyaknya komponen yang harus dinilai tersebut membuat guru merasa terkendala. Banyak guru yang berpendapat bahwa komponen penilaian yang banyak membutuhkan waktu yang lama pula, ditambah lagi jumlah siswa yang banyak. Hal tersebut sesuai pendapat Basuki & Hariyanto (2014: 175-176) yang menyatakan bahwa penilaian autentik membutuhkan waktu yang intensif untuk mengelola, memantau, dan melakukan koordinasi. Selain itu pada kondisi tertentu, penilaian autentik tidak praktis untuk kelas yang berisi kelas banyak.
Kendala pelaksanaan penilaian autentik tidak hanya terdapat pada aspek sikap saja. Pada aspek keterampilan, kendala yang dihadapi adalah pada saat pelaksanaan penilaian praktik, yaitu ketika ada peserta didik yang melakukan presentasi melebihi batas waktu yang ditentukan. Hal ini membuat kelompok lain tidak bisa presentasi pada hari yang sama, sehingga harus dilanjutkan pada pertemuan berikutnya. Dengan demikian guru tidak dapat menyelesaikan penilaian dalam satu kali pertemuan.
Sehubungan dengan analisis nilai, guru terhambat dalam mengolah nilai sikap. Guru berpendapat bahwa pengolahan nilai sikap dirasa kurang praktis. Hal ini dikarenakan menilai banyak komponen sikap tidak akan berpengaruh dengan hasil akhir pada rapor. Nilai sikap yang tercantum pada rapor sudah dipastikan SB (Sangat Baik) atau B (Baik). Selain itu, dalam mengolah nilai sikap guru melakukan dengan cara mengambil nilai yang paling baik, sama seperti pengolahan nilai keterampilan. Menurut Permendikbud No 53 Tahun 2015, nilai sikap diambil dari nilai modus atau nilai yang paling banyak muncul. Akan tetapi tidak semua guru mengetahuinya, sehingga terdapat guru yang mengolah nilai sikap dengan cara mengambil nilai yang paling baik, sama seperti pengolahan nilai keterampilan.
Seperti halnya pada analisis nilai, dalam melaporkan nilai pun guru mengalami kendala. Guru mengalami kesulitan pada saat guru harus membuat deskripsi nilai sikap pada rapor. Komponen sikap yang banyak tentu mendeskripsikannya akan semakin rumit. Misalnya terdapat empat komponen sikap yang dinilai yaitu: iman dan taqwa, syukur, toleransi, dan damai. Maka deskripsi yang dibuat adalah “Memiliki rasa syukur, imtaq, dan toleransi yang baik serta sikap damai yang meningkat”. Deskripsi ini hanya untuk satu peserta didik, padahal dalam satu kelas jumlah peserta didik rata-rata 38 orang. Hal ini tentu akan membutuhkan waktu yang lebih lama lagi.
3.      Upaya Guru dalam Mengatasi Kendala Penggunaan Penilaian Autentik pada Pembelajaran PPKn Kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura
Beberapa guru yang mengalami kendala saat menggunakan penilaian autentik sudah berusaha untuk melakukan suatu upaya untuk mengatasi kendala yang dialami. Upaya tersebut dilakukan untuk mengatasi kendala guru pada saat perencanaan penilaian, pelaksanaan penilaian, dan pengolahan penilaian.
Upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kendala perencanaan penilaian autentik adalah dengan cara bertanya kepada guru yang lain lebih kompeten dalam membuat perencanaan penilaian termasuk mengembangkan indikator. Dengan memperoleh penjelasan langsung dari rekan kerja sejawat maka guru akan lebih memahami perencanaan penilaian autentik. Hal ini sesuai dengan pendapat Absari Sudiana, & Wendra (2015: 10) bahwa guru-guru yang mengalami kebingungan dalam membuat rencana penilaian sebaiknya melakukan diskusi dengan guru yang lain agar kedepannya tidak terjadi miskonsepsi dalam menggunakan penilaian autentik. Perencanaan yang dibuat antara guru yang satu dengan yang lain tentu berbeda, sehingga perlu dilakukan diskusi antar guru. Jika menemui kendala diharapkan dapat lebih mudah untuk memecahkannya.
Sementara itu, terkait kendala dalam mengembangkan instrumen, upaya yang dilakukan guru adalah dengan cara membuat instrumen penilaian sesuai kemampuan guru tetapi sebisa mungkin dapat mengukur kompetensi peserta didik secara autentik. Guru berpendapat bahwa yang terpenting dalam instrumen penilaian adalah terdapat indikator penilaian dan pedoman penskoran. Hal ini sejalan dengan pendapat Abidin (2014: 91) bahwa terdapat dua hal yang perlu dibuat dalam sebuah instrumen yatu kriteria dan tingkat capaian kinerja tiap kriteria atau indikator. Kriteria ditunjukkan dengan kata-kata, sedangkan tingkat capaian kinerja ditunjukkan dengan angka-angka.
Upaya guru untuk mengatasi kendala penggunaan penilaian autentik adalah dengan membatasi komponen yang akan dinilai pada setiap pertemuan. Setiap pertemuan guru hanya menilai satu sampai dua komponen agar tidak menyita banyak waktu. Dengan demikian, penilaian sikap dilaksanakan dengan beberapa kali tatap muka, sehingga semua aspek dapat dinilai dengan baik. Upaya lainnya  adalah dengan cara membagi waktu sebelum semua kelompok presentasi. Waktu yang diberikan kepada masing-masing kelompok adalah sama. Dengan demikian semua kelompok bisa maju.
Pada tahap analisis nilai, guru terhambat dalam mengolah nilai sikap, karena banyaknya komponen sikap yang dinilai. Upaya yang dilakukan guru adalah dengan membatasi komponen sikap yang dinilai. Dengan demikian setiap satu pertemuan guru hanya menilai dua sampai tiga komponen. Untuk memperoleh nilai akhir, guru mengambil nilai sikap yang paling banyak muncul selama satu semester.
. Seperti halnya dalam melaporkan nilai, guru terkendala ketika mendeskripsikan nilai sikap. Upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi hal ini adalah dengan cara membuat deskripsi nilai yang singkat dan jelas sehingga tidak terlalu menyita banyak waktu. Meskipun singkat deskripsi yang dibuat sudah menggambarkan sikap pada masing-masing peserta didik. Hal ini dirasa guru lebih efektif dan efisien. Selain itu guru juga melakukan upaya lain, yaitu dengan cara memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Setelah guru selesai melaksanakan penilaian, guru langsung merekap nilai dan mengklasifikasikannya ke dalam masing-masing aspek. Hal ini akan mempermudah dalam melakukan pengolahan nilai.
SIMPULAN DAN SARAN
Penggunaan penilaian autentik dalam pembelajaran PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura belum dilakukan sesuai prosedur penilaian autentik mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga analisis dan pelaporan penilaian. Pada tahap perencanaan penilaian autentik yang dilakukan guru PPKn meliputi: menganalisis KD dan mengembangkan indikator, merancang kegiatan pembelajaran, dan menentukan teknik dan instrumen penilaian. Sementara itu, pada tahap pelaksanaan penilaian autentik meliputi penilaian pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Penilaian pengetahuan dilaksanakan dengan teknik tertulis, tes lisan, dan penugasan. Sementara penilaian sikap dilaksanakan dengan teknik observasi. Sedangkan penilaian keterampilan dilaksanakan dengan teknik penilaian praktik. Tahap akhir dalam prosedur penilaian autentik yaitu analisis dan pelaporan penilaian autentik. Pengolahan nilai pengetahuan berasal dari rata-rata nilai tes tertulis, tes lisan, dan penugasan dari masing-masing kompetensi dasar selama satu semester. Sementara itu, pengolahan nilai sikap dilaksanakan dengan cara mengambil nilai sikap dari peserta didik selama satu semester yang paling banyak muncul dan nilai terbaik. Selanjutnya, pengolahan nilai keterampilan dilakukan dengan cara mengambil nilai yang tertinggi. Laporan hasil penilaian yang dibuat oleh guru berupa nilai dan deskripsi pencapaian kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Kendala yang dialami guru dalam menggunakan penilaian autentik dalam pembelajaran PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura meliputi kendala perencanaan, kendala pelaksanaan, dan kendala analisis dan pelaporan penilaian.  Kendala yang dialami guru dalam membuat perencanaan penilaian adalah pada tahap mengembangkan indikator dan mengembangkan instrumen penilaian. Kendala pelaksanaan penilaian autentik meliputi: banyaknya komponen yang harus dinilai pada penilaian sikap, penilaian sikap hanya dilakukan dengan teknik observasi, dan penilaian keterampilan hanya dilakukan dengan teknik penilaian praktik. Kendala analisis dan pelaporan penilaian autentik yaitu terdapat guru yang mengolah nilai sikap dengan cara mengambil yang terbaik dan kesulitan dalam membuat deskripsi nilai pada rapor.
Upaya guru dalam mengatasi kendala penggunaan penilaian autentik pada pembelajaran PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura juga dilakukan untuk mengatasi kendala perencanaan, pelaksanaan, serta analisis dan pelaporan penilaian. Upaya untuk mengatasi kendala dalam perencanaan penilaian autentik dilakukan dengan cara bertanya kepada guru yang lain lebih kompeten dalam membuat perencanaan penilaian termasuk mengembangkan indikator dan membuat instrumen penilaian sesuai kemampuan guru tetapi sebisa mungkin dapat mengukur kompetensi peserta didik secara autentik. Upaya untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan penilaian autentik yaitu: membatasi komponen sikap yang akan dinilai pada setiap pertemuan dan membagi waktu sebelum semua kelompok presentasi. Upaya untuk mengatasi kendala dalam analisis dan pelaporan penilaian autentik adalah membuat deskripsi nilai yang singkat dan jelas sehingga tidak terlalu menyita banyak waktu dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk segera merekap nilai dan menglasifikasikannya ke dalam masing-masing aspek.
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Guru PPKn hendaknya lebih kreatif dalam menyikapi penggunaan penilaian autentik dengan cara banyak mencari sumber lain untuk menambah pemahaman tentang penilaian autentik.
2.      Guru PPKn hendaknya membuat perencanaan waktu dengan sebaik-baiknya agar penilaian autentik dapat diterapkan secara menyeluruh pada kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Misalnya, dalam menyusun RPP guru hendaknya menyeimbangkan waktu untuk menilai ketiga kompetensi tersebut serta tidak terlalu mementingkan kompetensi tertentu.
3.      Guru PPKn hendaknya melakukan penilaian sikap yang berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan materi pelajaran.
4.      Pihak sekolah hendaknya melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada para guru terkait penerapan penilaian autentik.
5.      Pihak sekolah hendaknya melakukan monitoring dan evaluasi kemampuan para guru untuk menggunakan penilaian autentik.
6.      Penelitian ini hanya mengkaji tentang analisis penggunaan penilaian autentik berdasarkan prosedurnya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, serta analisis dan pelaporan. Oleh karena itu kepada peneliti lain hendaknya meneliti analisis penggunaan penilaian autentik yang ditinjau dari kesesuaian teknik dan instrumennya.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. (2014). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT Refika Aditama.
Absari, Ayu KL, Sudiana, dan Wendra. (2015). Penilaian Autentik Guru Bahasa Indonesia dalam Pembelajaran Menulis Peserta didik Kelas VII di SMP Negeri 1 Singaraja. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 3(1), 11. Diperoleh pada 26 Januari 2017, dari http://www.ejournal.undiksha.ac.id
Ayuningtyas, Fajar. (2015). Analisis Pelaksanaan Penilaian Autentik Mata Pelajaran Biologi di SMA Negeri 1 Muntilan.
Basuki, Ismet dan Hariyanto. (2014). Assessment Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Bentri, Alwen, Hidayati, Abna, dan Rahmi, Ulfia. (2016). The Problem Analysis in Applying Instrument of Authentic Assessment in 2013 Curriculum. International Journal of Science and Research, 5 (10). Diperoleh pada 23 Januari 2017, dari https://www.ijsr.net/archive/.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2015). Panduan Penilaian untuk Sekolah Menengah Atas.
Herdiansyah, Haris. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Kunandar. (2013). Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013). Jakarta: Rajawali Press.
Mansur. (2015). Media Pendidikan LPMP Sulawesi Selatan. Implementasi Penilaian Autentik Kurikulum 2013 di Sekolah Menengah Atas (SMA), 4-21.
Mardapi, Djemari. (2012). Pengukuran Penilaian dan Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Moleong, Lexy J. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ngadip. (2012). Konsep dan Jenis Penilaian Autentik (Authentic Assessment). Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya, vol 1, 8-9. Diperoleh pada 21 Januari 2017, dari http://dispendik.surabaya.go.id/surabayabelajar/jurnal/199/Jurnal_10.pdf.
Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015 Tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Ratnawulan, Elis dan Rusdiana. (2015). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Pustaka Setia.
Sukardi. (2013). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suprihatiningrum, Jamil. (2013). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.



[1] Artikel Penelitian
[2] Mahasiswa PPKn Angkatan 2013 

RPP KTSP KELAS XI KD 2.1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Satuan Pendidikan       :  SMA Negeri 1 Kartasura
Kelas/Semester            :  XI/Semester I
Mata Pelajaran             :  Pendidikan Kewarganegaraan
Materi Pokok               :  Budaya Demokrasi
Alokasi Waktu             :  2 x 45 menit (1 pertemuan)

A.    Standar Kompetensi     
2. Menganalisis budaya demokrasi menuju masyarakat madani.
B.     Kompetensi Dasar
2.1 Mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip budaya demokrasi.
C.    Indikator
2.1.1 Mendeskripsikan pengertian budaya demokrasi
2.1.2 Menjelaskan unsur-unsur budaya demokrasi
2.1.3 Menguraikan ciri-ciri demokrasi
2.1.4 Menguraikan prinsip-prinsip budaya demokrasi 
D.    Tujuan Pembelajaran
Tujuan pokok pembelajaran adalah agar siswa mampu dan dapat:
1.      Mendeskripsikan pengertian budaya demokrasi
2.      Menjelaskan unsur-unsur budaya demokrasi
3.      Menguraikan ciri-ciri demokrasi
4.      Menguraikan prinsip-prinsip budaya demokrasi 
E.     Materi Pembelajaran
1.      Pengertian Budaya Demokrasi
2.      Unsur-Unsur Budaya Demokrasi
3.      Ciri-Ciri Demokrasi
4.      Unsur-Unsur Terbentuknya Negara
F.     Metode Pembelajaran
Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab

G.    Kegiatan Belajar Mengajar
No
Kegiatan Pembelajaran
Alokasi waktu
1
Pendahuluan
a.   Kesiapan
-     Mengucapkan salam
-     Menyiapkan kelas agar kondusif (berdoa, presensi)
-     Menanyakan siswa apakah siap menerima pelajaran.
b.    Apersepsi/Pre test
-     Guru melakukan penjajakan kesiapan belajar siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai demokrasi.
-     Guru menyampaiakan KD, Indikator, tujuan pembelajaran dan pokok materi.
15 menit
2
Penyajian/Kegitan inti
a.    Eksplorasi
-     Guru menyampaikan materi tentang demokrasi.
b.     Elaborasi
-    Guru menjelaskan semua pokok materi mengenai budaya demokrasi yang telah dipersiapkan.
-    Setiap penjelasan 1 (satu) sub materi selesai, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa secara acak.
-    Guru memberi kesempatan siswa lain untuk menanggapi jawaban temannya, begitu seterusnya sampai selesai materi.
c.     Konfirmasi
-     Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum atau tidak jelas terkait materi yang telah disampaikan.
-     Guru menanyakan apakah siswa telah memahami materi tersebut.
-     Menjelaskan tentang hal-hal yang belum diketahui.
55 Menit
3
Penutup
a.    Guru bersama-sama dengan siswa merangkum/ menyimpulkan pembahasan materi.
b.    Tindak lanjut : Siswa diberi tugas terkait materi budaya demokrasi.
c.    Menutup kegiatan pembelajaran dengan doa dan salam.
20 menit

H.    Media Pembelajaran
Whiteboard
I.       Sumber Pembelajaran
The Garden of Education, Maestro. 2016. Kewarganegaraan SMA/MA. Sukoharjo: CV Hassan Pratama.
Setyani, Rini dan Hartati, Dyah. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional.
J.      Penilaian


Prosedur                 : Proses belajar dan hasil belajar
Teknik Penilaian    : Tes
Bentuk Penilaian    : Tes Lisan
Instrumen               : Soal Uraian


                                          
                                                                        Kartasura, 20 September 2016
           Guru Pamong                                                                           Praktikan
                                                           

 Dra. Hj. Dwi Prasetyowati                                                           Nela Ambarwati
NIP 196012281986032006                                                                K6413044


Mengetahui,
Kepala SMA N 1 Kartasura


Drs. Bambang Suryono, Dipl. Ed.
NIP 195804121984011001
Lampiran I
Materi Pembelajaran

A.    Pengertian Budaya Demokrasi
Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos dan kratos. Demos adalah rakyat sedangkan kratos adalah kekuasaan. Demokrasi berarti kekuasaan dari rakyat. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan rakyat karena rakyatlah yang berkuasa sekaligus diperintah.
Berikut ini merupakan pengertian demokrasi:
1.      International Commision of Jurist (IJC), demokrasi adalah suatu suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas.
2.      Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila, demokrasi adalah suatu pola pemerintahan di mana kekuasaan untuk memerintah berasal dari mereka yang diperintah.
3.      Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemerintahan dari rakyat artinya pemerintah suatu negara mendapat mandat dari rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahan. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dalam negara demokrasi. Apabila pemerintah telah mendapat mandat dari rakyat untuk memimpin penyelenggaraan negara, pemerintah tersebut dianggap telah sah. Pemerintahan oleh rakyat berarti pemerintahan negara itu dijalankan oleh rakyat. Walaupun dalam praktiknya pemerintahan dijalankan oleh pemerintah, orang-orang dalam pemerintah tersebut telah dipilih dan mendapat mandat dari rakyat. Pemerintahan untuk rakyat merupakan pemerintah yang menghasilkan dan menjalankan kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Jika kebijakan yang dihasilkan hanya untuk kepentingan sekelompok orang dan tidak berdasarkan kepentingan rakyat, pemerintahan tersebut bukan pemerintahan demokratis.
4.      Giovanni Sartori, memandang demokrasi sebagai suatu sistem di mana tak seorang pun dapat memilih dirinya sendiri, tak seorang pun dapat menginvestasikan dia dengan kekuasaannya, kemudian tidak dapat juga untuk merebut dari kekuasaan lain dengan cara-cara tak terbatas dan tanpa syarat.
Arti demokrasi yang populer dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln pada tahun 1863, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
·         Pemerintahan dari rakyat artinya pemerintah suatu negara mendapat mandat dari rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahan. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dalam negara demokrasi. Apabila pemerintah telah mendapat mandat dari rakyat untuk memimpin penyelenggaraan negara, pemerintah tersebut dianggap telah sah. 
·         Pemerintahan oleh rakyat berarti pemerintahan negara itu dijalankan oleh rakyat. Walaupun dalam praktiknya pemerintahan dijalankan oleh pemerintah, orang-orang dalam pemerintah tersebut telah dipilih dan mendapat mandat dari rakyat.
·         Pemerintahan untuk rakyat merupakan pemerintah yang menghasilkan dan menjalankan kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Jika kebijakan yang dihasilkan hanya untuk kepentingan sekelompok orang dan tidak berdasarkan kepentingan rakyat, pemerintahan tersebut bukan pemerintahan demokratis.
Negara yang menganut asas kedaulatan rakyat atau demokrasi memiliki ciri sebagai berikut.
a.       Adanya lembaga perwakilan rakyat yang mencerminkan kehendak rakyat.
b.      Adanya pemilihan umum yang bebas dan rahasia.
c.       Adanya kekuasaan atau kedaulatan rakyat yang dilaksanakan oleh lembaga yang bertugas mengawasi pemerintah.
d.      Adanya susunan kekuasaan badan atau lembaga negara ditetapkan dalam UUD negara.
Masyarakat yang menerima dan melaksanakan secara terus menerus nilai-nilai demokrasi dalam kehidupannya akan menghasilkan budaya demokrasi. Menurut Macridis dan Brown, terdapat ragam budaya politik yang lebih dapat menopang kehidupan politik demokratis di samping juga ragam budaya politik yang lebih menopang kehidupan politik totaliter. Budaya politik yang diwarnai oleh kerja sama atas dasar saling percaya antarwarga masyarakatnya lebih mendukung demokrasi daripada budaya politik yang diwarnai oleh rasa saling curiga, kebencian, dan saling tidak percaya dalam hubungan antarwarganya. Jadi, inti budaya demokrasi menurut kedua pakar itu adalah kerja sama, saling percaya, toleransi, menghargai keanekaragaman, kesamaderajatan, dan kompromi.
Dari beberapa pengertian demokrasi di atas, dapat didefinisikan bahwa budaya demokrasi adalah pola pikir, pola sikap, dan pola tindak warga masyarakat yang sejalan dengan nilai-nilai kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan antar manusia yang berintikan kerjasama, saling percaya, menghargai keanekaragaman, toleransi, kesamaderajatan, dan kompromi.
B.     Unsur-Unsur Budaya Demokrasi
Unsur-unsur budaya demokrasi dapat dijabarkan seperti di bawah ini:
1.      Kebebasan, yaitu keleluasaan untuk membuat pilihan atau melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk kepentingan bersama atas kehendak sendiri tanpa tekanan dari pihak mana pun.
2.      Persamaan, yaitu Tuhan menciptakan manusia dengan harkat dan martabat yang sama.
3.      Solidaritas, adalah kesediaan untuk memperhatikan kepentingan dan bekerjasama dengan orang lain.
4.      Toleransi, adalah sifat atau sikap toleran. Toleran artinya bersifat menenggang (menghargai) pendirian orang lain yang berbeda dengan pendirian sendiri.
5.      Menghormati kejujuran, yaitu keterbukaan untuk menyatakan kebenaran, agar hubungan antar pihak berjalan baik dan tidak menimbulkan benih-benih konflik di masa depan.
6.      Menghormati penalaran, adalah penjelasan mengapa seseorang memiliki pandangan tertentu, membela tindakan tertentu, dan menuntut hal serupa dari orang lain.
7.      Keadaban, adalah ketinggian tingkat kecerdasan lahir-batin atau kebaikan budi pekerti.
C.    Ciri-Ciri Demokrasi
Ciri-ciri suatu negara yang menerapkan sistem politik demokrasi adalah sebagai berikut:
1.      Adanya pembatasan terhadap tindakan pemerintah untuk dapat memberikan perlindungan bagi individu dan kelompok serta terdapat pergantian pimpinan secara berkala tertib dan damai.
2.      Berbagai prasarana pendapat umum, yaitu pers, televisi, dan radio diberikan kesempatan untuk mencari berita secara bebas dalam merumuskan pendapat mereka.
3.      Adanya sikap menghargai hak-hak minoritas dan perorangan, lebih mengutamakan musyawarah dalam menyelesaikan masalah, dan adanya sikap menerima legitimasi dari sistem pemerintahan.
Rini, (2011: 28) mengutarakan bahwa negara yang menganut asas kedaulatan rakyat atau demokrasi memiliki ciri sebagai berikut.
1.      Adanya lembaga perwakilan rakyat yang mencerminkan kehendak rakyat.
2.      Adanya pemilihan umum yang bebas dan rahasia.
3.      Adanya kekuasaan atau kedaulatan rakyat yang dilaksanakan oleh lembaga yang bertugas mengawasi pemerintah.
4.      Adanya susunan kekuasaan badan atau lembaga negara ditetapkan dalam UUD negara.
Sementara berdasarkan hasil Konferensi International Court of Jurist di Bangkok, para ahli hukum merumuskan bahwa suatu pemerintahan negara yang menganut paham demokrasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Melindungi dan menjamin hak asasi warga negara.
2.      Mempunyai wakil rakyat yang representatif.
3.      Adanya wakil-wakil rakyat dalam DPR yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu yang demokratis.
4.      Adanya pendidikan kewarganegaraan (civic education).
5.      Masa jabatan pemegang pemerintahan dibatasi oleh periode tertentu.
D.    Prinsip-Prinsip Budaya Demokrasi
Prinsip budaya demokrasi adalah prinsip-prinsip demokrasi yang telah diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga menjadi suatu budaya demokrasi. Prinsip-prinsip budaya demokrasi antara lain:
1.      Adanya jaminan hak asasi manusia.
2.      Persamaan kedudukan di depan hukum.
3.      Pengakuan terhadap hak-hak politik.
4.      Pengawasan rakyat terhadap pemerintah melalui demokrasi.
5.      Pemerintahan berdasarkan konstitusi.
6.      Adanya kritik dan saran dari rakyat terhadap kinerja pemerintah.
7.      Pemilu yang yang bebas, jujur, dan adil.
Selain itu banyak ahli yang berpendapat tentang prinsip budaya demokrasi antara lain:
1.      Robert A Dahl
Prinsip budaya demokrasi meliputi kontrol atas keputusan presiden, pemilihan yang teliti dan jujur, hak memilih, hak dipilih, kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman, bebas mengakses informasi,dan kebebasan berserikat.
2.      Franz Magnis-Suseno
Prinsip budaya demokrasi meliputi negara hukum, pemerintah berada di bawah kontrol nyata masyarakat, pemilihan umum yang bebas, prinsip mayoritas dan adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis.
3.      Mirriam Budiarjo
Prinsip budaya demokrasi meliputi:
a.       Perlindungan konstitusional
b.      Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
c.       Pemilihan umum yang bebas
d.      Kebebasan umum untuk menyatakan pendapat
e.       Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi
f.       Pendidikan Kewarganegaraan
Sedangkan prinsip-prinsip budaya demokrasi yang bersifat universal adalah sebagai berikut:
a.       Keterlibatan dari warganegara dalam pembentukan keputusan politik.
b.      Tingkat persamaan (kesetaraan) warganegara.
c.       Kebebasan atau kemerdekaan yang diakui dan dipakai warganegara.
d.      Supremasi hukum.
e.       Pemilu berkala.
E.     Model-model Demokrasi
Model Demokrasi menurut Sklar
1.      Demokrasi Liberal :  yaitu pemerintahan yang dibatasi  oleh undang-undang  dan pemilihan umum yang bebas yang diselenggarakan dalam  waktu yang ajeg.
2.      Demokrasi terpimpin :  Para pemimpin percaya bahwa semua tindakan  mereka dipercaya rakyat tetapi menolak pemilihan umum yang bersaing  sebagai kendaraan untuk menduduki kekuasaan.
3.      Demokrasi sosial adalah demokrasi yang menaruh kepedulian pada keadilan sosial dan egalitarianisme bagi persyaratan  untuk memeproleh kepercayaan politik.
4.      Demokrasi partisipasi yang menekankan hubungan timbal balik antara penguasa an yang dikuasai
5.      Demokrasi Konstitusional, yang menekankan proteksi khusus bagi kelompok-kelompok budaya  yang menekankan kerja sama yang erat diatara elit yeng mewakili  bagian budaya masyarakat utama.
F.     Demokratisasi
Demokratisasi adalah proses mengimplementasikan demokrasi sebagai sistem politik dalam kehidupan bernegara. Demokratisasi merupakan bentuk usaha nyata  setiap warganegara dalam menanamkan budaya demokrasi.

Lampiran 2
Instrumen Penilaian
1.      Kognitif
a.      Kisi – Kisi Tes
Kompetensi Dasar
Indikator
C2
C3
C4
2.1 Mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip budaya demokrasi.
1.  Mendeskripsikan pengertian budaya demokrasi.
1



2.  Menjelaskan unsur-unsur budaya demokrasi


1


3.  Menguraikan ciri-ciri demokrasi



1

4.  Menguraikan prinsip-prinsip budaya demokrasi 

1

b.      Soal Tes
1.      Jelaskan pengertian demokrasi menurut pendapat Anda sendiri! (mudah, skor = 7)
2.      Uraikan 4 ciri demokrasi menurut pendapat Anda sendiri! (sulit, skor = 20)
3.      Bagaimana sikap toleransi dalam budaya demokrasi? (sedang, skor = 15)
4.      Jelaskan prinsip budaya demokrasi menurut Mirriam Budiarjo! (sedang, skor = 12)
c.       Kunci Jawaban
1.      Demokrasi adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat atau kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat.
2.      Ciri-ciri Demokrasi:
a.       Adanya lembaga perwakilan rakyat yang mencerminkan kehendak rakyat.
b.      Adanya pemilihan umum yang bebas dan rahasia.
c.       Melindungi dan menjamin hak asasi warga negara.
d.      Adanya jaminan hak asasi manusia.
3.      Toleransi, adalah sifat atau sikap toleran. Toleran artinya bersifat menenggang (menghargai) pendirian orang lain yang berbeda dengan pendirian sendiri.
4.      Prinsip budaya demokrasi meliputi:
a.       Perlindungan konstitusional
b.      Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
c.       Pemilihan umum yang bebas
d.      Kebebasan umum untuk menyatakan pendapat
e.       Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi
f.       Pendidikan Kewarganegaraan
d.      Kriteria Pensekoran
1.    Skor 7 ( mudah )
2.    Skor 20 ( sulit)
3.    Skor 15 ( sedang )                        Skor Total 54
4.    Skor 12 ( sedang )
e.       Nilai
Nilai =  Skor Perolehan         x 100
                                           Skor Total
2.   Afektif
No
Nama
Siswa
Aspek Pengamatan Sikap
Jml skor
Nilai
1
2
3
4
5
6
1









2









Keterangan:


1.      Toleransi
2.      Jujur
3.      Sopan
4.      Disiplin
5.      Percaya Diri
6.      Tanggung Jawab


Skor penilaian menggunakan skala 1 – 4, yaitu :
·         Skor 1 apabila aspek sikap peserta didik sangat baik.
·         Skor 2 apabila aspek sikap peserta didik baik.
·         Skor 3 apabila aspek sikap peserta didik sedang.
·         Skor 4 apabila aspek sikap peserta didik kurang.
Perhitungan skor akhir menggunakan rumus :
Skor Total       = Jumlah Soal x Skor Skala
                        = 6 x 4
                        = 24
Nilai                = Skor Perolehan  x 100
                           Skor Total
                        = 24 x 100
                           24
                        = 100
3.   Psikomotorik
No
Nama
Siswa
Aspek Pengamatan
Jml skor
Nilai
1
2
3
4
5
6
1









2









Keterangan:


1.      Komunikasi
2.      Sistematika Penyampaian
3.      Wawasan
4.      Keberanian
5.      Antusias
6.      Gesture dan Penampilan


Skor penilaian menggunakan skala 1 – 4, yaitu :
·         Skor 1 apabila aspek ketrampilan peserta didik sangat baik.
·         Skor 2 apabila aspek ketrampilan peserta didik baik.
·         Skor 3 apabila aspek ketrampilan peserta didik sedang.
·         Skor 4 apabila aspek ketrampilan peserta didik kurang.
Perhitungan skor akhir menggunakan rumus :
Skor Total       = Jumlah Soal x Skor Skala
                        = 6 x 4  = 24
Nilai                = Skor Perolehan  x 100
                           Skor Total
                        = 24 x 100 = 100
                           24

Lampiran 3 Media Pembelajaran
Lampiran 4
Tindak Lanjut

Pelajari LKS halaman 25-27!