ANALISIS
PENGGUNAAN PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN PADA
KURIKULUM
2013 REVISI KELAS X DI SMA NEGERI 1
KARTASURA
TAHUN
AJARAN 2016/2017[1]
Oleh :
Nela Ambarwati[2]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk 1)
mengetahui penggunaan penilaian autentik dalam pembelajaran PPKn kelas X di SMA
Negeri 1 Kartasura, 2) mengetahui kendala yang dialami guru dalam menggunakan
penilaian autentik dalam pembelajaran PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura, 3)
mengetahui upaya guru dalam mengatasi kendala penggunaan penilaian autentik
pada pembelajaran PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif. Metode yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Subjek penelitian ini
adalah guru mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dengan
menggunakan teknik purposive sampling.
Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan wawancara, observasi, dan
studi dokumentasi. Uji validitas data yang digunakan dilakukan dengan
trianggulasi sumber dan trianggulasi teknik. Analisis data menggunakan analisis
model interaktif. Hasil penelitian adalah sebagai berikut ini. (1) Penggunaan
penilaian autentik dalam pembelajaran PPKn kelas X di SMA N 1 Kartasura belum
dilakukan sesuai prosedur dalam Kurikulum 2013, baik dalam tahap perencanaan,
pelaksanaan, maupun tahap analisis dan pelaporan penilaian. (2) Kendala yang
dialami guru dalam menggunakan penilaian autentik dalam pembelajaran PPKn kelas
X di SMA N 1 Kartasura diketahui dari prosedur penilaian yang dilakukan guru
yaitu, perencanaan, pelaksanaan, serta analisis dan pelaporan penilaian. (3) Upaya
guru untuk mengatasi kendala
dalam perencanaan penilaian autentik adalah bertanya kepada guru yang lain
lebih kompeten dan membuat instrumen penilaian sesuai kemampuan guru namun
dapat mengukur kompetensi peserta didik secara autentik. Upaya untuk mengatasi
kendala dalam pelaksanaan penilaian autentik yaitu membatasi komponen sikap
yang akan dinilai pada setiap pertemuan dan membagi waktu sebelum semua
kelompok presentasi. Sedangkan upaya untuk mengatasi kendala dalam analisis dan
pelaporan penilaian autentik dilakukan dengan cara membuat deskripsi nilai yang
singkat dan jelas, serta memanfaatkan
waktu sebaik mungkin untuk segera merekap nilai dan mengklasifikasikannya ke
dalam masing-masing aspek, baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilan.
Kata kunci: Penggunaan,
Kendala Guru, Upaya Guru, Penilaian Autentik, dan Pembelajaran PPKn
PENDAHULUAN
Penilaian
memiliki kedudukan penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Mardapi (2012: 12)
mengemukakan bahwa, upaya meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh
melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas penilaiannya. Keduanya
saling terkait, pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang
baik. Kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil penilaiannya.
Selanjutnya penilaian yang baik dapat mendorong pendidik untuk menentukan
strategi mengajar yang baik dan memotivasi peserta didik untuk belajar yang
lebih baik.
Suprihatiningrum
(2013: 128) menjelaskan bahwa, perubahan kurikulum memiliki konsekuensi
terhadap kegiatan penilaian. Pendapat serupa juga dikemukakan dalam penelitian
Bentri, Hidayati, dan Rahmi (2016) bahwa proses penilaian dilakukan sesuai
dengan kurikulum yang berlaku di setiap satuan pendidikan. Hal ini dikarenakan
penilaian adalah salah satu komponen yang berkaitan langsung dengan
kurikulum.
Lebih
lanjut Suprihatiningrum (2013: 128) menjelaskan bahwa pada Kurikulum 2013
penilaian ditekankan pada perubahan perilaku atau performansi peserta didik
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Penerapan pendekatan scientific dalam proses pembelajaran dan
penilaian yang menekankan pada performansi peserta didik inilah yang kemudian
melahirkan penilaian yang autentik.
Berdasarkan
hasil penelitian Ngadip (2012:2) penilaian autentik direkomendasikan dan
ditekankan penggunaannya dalam kegiatan pembelajaran, karena penilaian autentik
menekankan kemampuan peserta didik untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang
dimiliki secara nyata. Penemuan serupa juga diungkapkan dalam penelitian Mansur
(2015: 4) yang menyatakan bahwa, penilaian dalam Kurikulum 2013 dilaksanakan dalam
bentuk penilaian autentik dan penilaian non-autentik, tetapi pendekatan utama
dalam penilaian oleh pendidik adalah penilaian autentik. Sementara hasil
penelitian Absari, Sudiana, dan Wendra (2015: 11) menyatakan bahwa, penilaian
harus dilakukan secara merata meliputi penilaian pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.
Penilaian
autentik merupakan penilaian direkomendasikan dalam kegiatan pembelajaran
karena dengan penilaian autentik dapat diketahui bahwa tujuan pembelajaran
benar-benar dicapai. Akan tetapi pada kenyataanya penilaian autentik belum
dilaksanakan secara utuh sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Merujuk pada
penelitian Fajar Ayuningtyas (2015) tentang “Analisis Pelaksanaan Penilaian
Autentik Mata Pelajaran Biologi di SMA Negeri 1 Muntilan”, hasil penelitian
tersebut adalah penilaian autentik belum dilaksanakan sesuai dengan tuntutan
kurikulum 2013, yaitu: 1) penilaian sikap menggunakan penilaian diri dilakukan
1-2 kali selama 2 semester sedangkan aturan yang tercantum dalam penilaian
Kurikulum 2013 penilaian diri dilakukan tiap kali sebelum ulangan harian; 2)
rubrik penilaian sikap jarang digunakan oleh guru, rubrik hanya sebagai
kelengkapan dalam RPP yang dibuat guru; 3) soal remidi yang diberikan kepada
siswa bersifat sama sedangkan petunjuk pelaksanaan remidi dilakukan melalui
proses analisis dan remidi disesuaikan dengan ketidaktuntasan siswa; 4)
penilaian proyek jarang dilakukan karena membutuhkan waktu yang lama (dilakukan
1 kali dalam setahun), padahal penilaian proyek seharusnya dilakukan 4 kali
untuk kelas X dan kelas XI. Hal ini tercantum pada silabus kelas X dan XI
semester genap. Pelaksanaan penilaian autentik yang belum sesuai dengan
tuntutan Kurikulum 2013 dikarenakan adanya kendala dalam menggunakan penilaian
autentik antara lain: 1) penilaian menyita banyak waktu; 2) penilaian rumit
dengan konversi nilai; 3) faktor usia memengaruhi pemahaman guru; 4) guru
kesulitan melakukan observasi karena jumlah peserta didik yang banyak; 5) siswa
merasa keberatan dengan jumlah tugas yang banyak.
Melihat
hasil penelitian tersebut, hingga saat ini masih ditemukan pendidik yang belum menggunakan
penilaian autentik secara utuh, salah satunya adalah di SMA Negeri 1 Kartasura.
Sekolah ini baru menerapkan Kurikulum 2013 Revisi pada kelas X tahun ajaran 2016/2017,
sehingga penilaian autentik baru pertama kali digunakan di sekolah tersebut.
Penilaian autentik digunakan pada semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, meskipun belum diterapkan secara utuh
pada ketiga kompetensi peserta didik.
Berdasarkan
pengamatan awal, ditemukan beberapa masalah dalam penggunaan penilaian autentik
oleh pendidik di SMA Negeri 1 Kartasura. Salah satunya dialami oleh guru mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas X. Guru PPKn kelas X
di SMA Negeri 1 Kartasura mengalami kesulitan dalam menggunakan penilaian
autentik, baik dalam membuat perencanaan, melaksanakan, maupun mengolah serta
melaporkan hasil penilaian. Berdasarkan wawancara awal dengan salah seorang
guru PPKn kelas X diketahui bahwa, perencanaan penilaian autentik dinilai rumit
karena terlalu banyak teknik penilaian yang harus digunakan. Hal ini dapat menyita
banyak waktu, sementara waktu untuk pembelajaran PPKn hanya tersedia selama dua
kali empat puluh lima menit setiap minggu. Guru menganggap waktu tersebut tidak
cukup untuk menggunakan semua teknik dalam penilaian autentik.
Adanya
kesulitan dalam perencanaan tersebut mengakibatkan pada saat melaksanakan
penilaian, guru PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura hanya menekankan pada
kompetensi pengetahuan yang menjadikan tes tertulis maupun tes lisan sebagai
cara penilaian yang dominan. Kemudian untuk menilai kompetensi sikap, guru
hanya menggunakan teknik observasi, itu pun observasi sikap peserta didik pada saat
mengikuti kegiatan pembelajaran secara keseluruhan dan tidak melihat sikap
peserta didik satu per satu. Sedangkan untuk menilai keterampilan guru hanya
menggunakan teknik penilaian praktik, yaitu ketika peserta didik melakukan
presentasi di depan kelas.
Belum
digunakannya penilaian autentik dalam pembelajaran PPKn ini dikhawatirkan guru
tidak dapat membuktikan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah
benar-benar dikuasai dan dicapai. Guru tidak dapat memperoleh data yang
menggambarkan perkembangan belajar peserta didik yang sesungguhnya. Padahal
gambaran perkembangan peserta didik perlu diketahui guru agar guru dapat
mengetahui peserta didik yang benar-benar sudah memahami materi dan peserta
didik yang belum memahami materi yang telah diajarkan. Hal ini tentu berdampak
pada pelaksanaan tindak lanjut dan umpan balik oleh guru, apakah guru harus
melakukan pengembangan materi, perbaikan, atau pengayaan.
Berdasarkan
uraian di atas penting dilakukan analisis penggunaan penilaian autentik. Analisis
dilakukan berdasarkan prosedur penggunaan penilaian autentik yang meliputi,
perencanaan, pelaksanaan, serta analisis dan pelaporan penilaian.
Tujuan
dalam penelitian ini adalah untuk: 1) Mengetahui penggunaan penilaian autentik
dalam pembelajaran PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura; 2) Mengetahui
kendala yang dialami guru dalam menggunakan penilaian autentik dalam
pembelajaran PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura; dan 3) Mengetahui upaya
guru dalam mengatasi kendala penggunaan penilaian autentik pada pembelajaran
PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat untuk beberapa kalangan baik manfaat secara
teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat
menambah
pengetahuan dalam hal penilaian pembelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, khususnya penilaian autentik dan dapat memberikan gambaran
mengenai penggunaan penilaian autentik secara menyeluruh dalam pembelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Sedangkan manfaat praktis
dalam penelitian ini adalah sebagai masukan kepada peserta didik, guru, dan sekolah
untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui penilaian pembelajaran yang sesuai
dengan ketentuan Kurikulum 2013.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan
di SMA Negeri 1 Kartasura yang berada di Jalan Raya Solo – Yogya Km 11, Pucangan, Kecamatan Kartasura, Kota Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian
ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian
deskriptif adalah penelitian yang bertujuan menggambarkan keadaan subjek
penelitian secara tepat pada situasi sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada
(Sukardi, 2013: 157). Sementara itu metode penelitian kualitatif menurut
Herdiansyah (2010: 18) adalah metode penelitian yang bertujuan untuk memahami
suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses
interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang
diteliti. Sedangkan pendekatan studi kasus menurut Sukmadinata (2013: 99) adalah
suatu pendekatan yang memfokuskan pada satu fenomena saja yang dipilih dan
ingin dipahami secara mendalam, dengan mengabaikan fenomena-fenomena lainnya.
Peneliti
memilih menggunakan metode deskriptif kualitatif karena pada penelitian ini
tidak hanya mendeskripsikan keadaan subjek penelitian tetapi juga bermaksud
untuk memahami peristiwa yang dialami oleh subjek penelitian. Peristiwa yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah penggunaan penilaian autentik dalam
pembelajaran PPKn. Penelitian ini tidak hanya mendeskripsikan penilaian
autentik yang telah dilaksanakan oleh guru PPKn, tetapi juga dilakukan
pemahaman lebih mendalam terhadap pelaksanaan tersebut. Peneliti menggunakan
pendekatan studi kasus karena dalam penelitian ini pun memfokuskan pada satu
fenomena berupa penerapan kebijakan yaitu tentang kebijakan penggunaan
penilaian autentik dalam mata pelajaran PPKn pada Kurikulum 2013.
Sumber data dalam penelitian
ini diperoleh dari
informan, peristiwa dan dokumen. Menurut Lofland dan
Lofland yang dikutip Moleong (2013: 157) sumber data dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto, dan
statistik.
Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling. Herdiansyah (2012: 106) menuturkan bahwa purposive sampling merupakan teknik
pengambilan sampel yang berdasarkan kepada ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek
yang dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang
akan dilakukan. Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian
ini cenderung memilih informan dari orang-orang yang akan dijadikan informasi
kunci (key informan) yang dapat
dipercaya yaitu guru PPKn dan peserta didik kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura.
Teknik
pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh dan menyusun data penelitian
ini adalah dengan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Wawancara
dalam penelitian ini dilakukan terhadap guru
PPKn dan beberapa peserta didik kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura. Observasi
ini dilakukan dengan mengamati guru dalam melaksanakan penilaian autentik pada
pembelejaran PPKn. Dokumen yang dianalisis dalam penelitian ini adalah Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kompetensi Dasar 3.6 Menganalisis ancaman terhadap
negara dan upaya penyelesaiannya di bidang ipoleksosbudhankam dalam bingkai
Bhinneka Tunggal Ika, serta hasil pengolahan nilai pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.
Teknik
uji validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi sumber
dan trianggulasi teknik Penelitian ini menggunakan trianggulasi sumber dan trianggulasi teknik karena untuk
menutup kemungkinan apabila ada kekurangan data dari salah satu sumber atau
salah satu teknik, maka dapat dilengkapi
dengan data dari sumber atau teknik yang lain.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Penggunaan
Penilaian Autentik dalam Pembelajaran PPKn Kelas X Di SMA Negeri 1 Kartasura
Penggunaan penilaian autentik meliputi tahap
perencanaan, pelaksanaan, serta analisis dan pelaporan. Berdasarkan hasil
pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara, observasi, dan studi
dokumentasi, perencanaan penilaian meliputi: menganalisis kompetensi dasar dan
mengembangkan indikator, merancang kegiatan pembelajaran, dan menentukan teknik
dan instrumen penilaian.
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui
wawancara, observasi, dan studi dokumentasi diperoleh informasi bahwa indikator
pencapaian kompetensi pengetahuan belum sesuai dengan kompetensi dasar. Hal ini
menunjukkan bahwa guru belum menganalisis semua kompetensi dasar yang hendak
dinilai. Sedangkan menurut Mansur (2012: 5-6), pada tahap perencanaan hal
pertama yang harus dilakukan adalah menganalisis kompetensi dasar dari
kompetensi inti pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Setelah menganalisis kompetensi dasar dan
merumuskan indikator, maka langkah selanjutnya adalah menentukan tujuan dan
merancang kegiatan pembelajaran. Akan tetapi pada Kurikulum 2013 edisi revisi,
tujuan pembelajaran tidak dicantumkan dalam RPP sehingga guru juga tidak membuatnya. Setelah merumuskan indikator,
guru langsung merancang kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini Mansur (2012: 7)
mengutarakan bahwa setelah menganalisis KD dan mengembangkan indikator, langkah
selanjutnya adalah menentukan tujuan serta merancang kegiatan pembelajaran.
Tahap terakhir dalam membuat perencanaan
adalah menentukan teknik dan instrumen penilaian. Berdasarkan hasil pengumpulan
data, diketahui bahwa tidak semua guru menyusun perangkat penilaian sesuai
dengan pedoman. Pembuatan perangkat penilaian yang sesuai dengan pedoman hanya
penilaian pengetahuan. Sementara untuk penilaian sikap dan keterampilan belum
sepenuhnya sesuai. Pada penilaian sikap teknik yang digunakan hanya observasi
dengan instrumen lembar observasi. Sedangkan pada penilaian keterampilan teknik
yang digunakan hanya penilaian praktik dengan instrumen lembar penilaian
praktik. Menurut pedoman penilaian untuk SMA yang dimuat dalam Kemendikbud
(2015, 7-22), teknik penilaian sikap dapat dilakukan melalui observasi,
penilaian diri, dan penilaian teman sejawat sementara penilaian keterampilan
dapat dilakukan dengan berbagai teknik antara lain penilaian praktik/kinerja,
proyek, dan portofolio.
Pada saat menyusun perencanaan penilaian,
perlu diperhatikan beberapa hal seperti yang telah disampaikan oleh Mansur
(2012: 5-9) yaitu: 1) Menganalisis kompetensi dasar dan mengembangkan
indikator; 2) Menentukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai; 3) Merancang
skenario pembelajaran untuk mencapai KD; 4) Menentukan bentuk dan teknik
instrumen penilaian autentik. Dari beberapa tahapan tersebut, yang diterapkan
guru dalam menyusun perencanaan penilaian adalah menganalisis kompetensi dasar
dan mengembangkan indikator, merancang skenario pembelajaran untuk mencapai KD,
serta menentukan teknik dan instrumen penilaian.
Selanjutnya, pelaksanaan penilaian autentik dilakukan
untuk menilai kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Hal ini sesuai
dengan Teori Kecakapan Belajar Gagne yang dikutip Basuki dan Hariyanto (2014:
16) hasil belajar dibagi menjadi lima kelas perilaku yang menggambarkan
kecakapan kognitif, kecakapan motorik, dan sikap. Teori tersebut diperkuat oleh
Mansur (2015: 12) yang mengemukakan bahwa pelaksanaan penilaian autentik
meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Penilaian pengetahuan dilakukan dengan cara
memberikan tes tertulis di akhir pembelajaran, di mana pengerjaannya tidak
boleh melihat catatan maupun sumber belajar lainnya. Ada pula guru yang menilai
pengetahuan dengan cara tes lisan berupa kuis dan tanya jawab. Sejalan dengan
pernyataan tersebut Ratnawulan & Rusdiana (2015: 291) mengemukakan bahwa
bentuk penilaian pengetahuan dapat dilakukan melalui tes atau ujian yang
dilaksanakan oleh guru untuk mengetahui pemahaman terhadap materi. Selain itu
Basuki & Hariyanto (2014: 173) juga menjelaskan bahwa pelaksanaan penilaian
autentik dapat dilakukan melalui kuis yang diberikan guru berupa tanya jawab
untuk mengetahui kompetensi peserta didik dalam menguasai bahan ajar tertentu.
Selanjutnya, pada pelaksanaan penilaian sikap
pada umumnya guru menggunakan teknik observasi. Pada saat menggunakan teknik
observasi guru hanya mengamati sikap peserta didik secara keseluruhan. Guru
lebih fokus memberikan materi dan melakukan kegiatan pembelajaran seperti
diskusi dan presentasi. Penilaian sikap dengan demikian tentu tidak dapat
menggambarkan sikap peserta didik yang sesungguhnya. Merujuk pada pernyataan
tersebut, guru terlalu menekankan kompetensi pengetahuan pada saat pembelajaran
berlangsung. Dalam hubungan ini Basuki & Hariyanto (2014: 183) menjelaskan
bahwa ranah sikap dapat meningkatkan atau menghambat bahkan mencegah peserta
didik belajar. Oleh karena itu, guru seharusnya tidak mengabaikan ranah sikap
dalam pembelajaran maupun pada saat menilai hasil belajar peserta didik.
Sementara itu, pelaksanaan penilaian
keterampilan dilakukan oleh guru dengan teknik penilaian praktik. Penilaian
praktik dilakukan pada saat peserta didik mempresentasikan hasil diskusi
kelompok. Dengan demikian guru dapat mengetaui performa peserta didik yang
sebenarnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Basuki & Hariyanto (2014: 209)
yang mengungkapkan bahwa penilaian keterampilan dicirikan oleh adanya aktivitas
fisik dan keterampilan kinerja oleh peserta didik.
Setelah melakukan perencanaan dan melaksanakan penilaian autentik, tahap
selanjutnya yang perlu dilakukan oleh guru adalah melakukan analisis
(pengolahan) dan pelaporan nilai. Nilai yang diolah berasal dari pekerjaan
peserta didik dari kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pengolahan
nilai pengetahuan berasal dari nilai tes tertulis, tes lisan, dan penugasan
dari masing-masing kompetensi dasar selama satu semester. Semua nilai yang
diperoleh dijumlah kemudian dihitung rata-ratanya. Seperti halnya Mansur (2015:
19) yang mengemukakan bahwa pengolahan nilai pengetahuan diambil dari nilai rerata. Sementara itu,
pengolahan nilai sikap dilaksanakan dengan cara mengambil nilai sikap dari
peserta didik selama satu semester yang paling banyak muncul. Nilai tersebut
akan menjadi menjadi nilai akhir peserta didik. Sehubungan ini, Mansur (2015:
19) menyatakan bahwa nilai akhir yang diperoleh untuk ranah sikap diambil dari
nilai modus (nilai yang paling banyak muncul). Selanjutnya, untuk pengolahan
nilai keterampilan dilakukan dengan cara mengambil nilai yang tertinggi. Mansur
(2015:19) menjelaskan bahwa nilai akhir untuk ranah keterampilan diambil dari
nilai optimal (nilai tertinggi yang dicapai). Nilai yang dimaksud adalah nilai
ketika peserta didik melakukan presentasi, apakah materi yang dipresentasikan
dikembangkan sendiri atau tidak.

![]() |
Skema Penggunaan Penilaian Autentik
2. Kendala
yang Dialami Guru dalam Menggunakan Penilaian Autentik dalam Pembelajaran PPKn
Kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura
Terdapat beberapa kendala yang dialami guru
dalam melakukan penilaian, baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun
pelaporan. Pada saat menyusun rencana penilaian, kendala yang ditemui adalah
pada saat mengembangkan indikator dan mengembangkan instrumen penilaian. Pada
saat mengembangkan indikator, kendala yang dialami oleh guru adalah melakukan
identifikasi setiap kompetensi dasar apa saja yang akan dinilai kemudian
menentukan indikator yang sesuai. Selain itu, dalam mengembangkan indikator,
guru juga merasa kesulitan untuk menyesuaikan materi dengan penilaian yang akan
dilakukan mengingat belum adanya buku pendamping untuk mata pelajaran PPKn yang
sesuai dengan Kurikulum 2013. Abidin (2014: 90) menjelaskan bahwa sebelum
melaksanakan penilaian harus ditentukan terlebih dahulu indikatornya. Indikator
yang dibuat harus sesuai dengan kompetensi dasar dan materi yang akan
dibelajarkan kepada peserta didik.
Kendala lain yang dihadapi guru saat membuat
perencanaan penilaian adalah mengembangkan instrumen penilaian. Sebagian guru
tidak mengembangkan instrumen penilaian untuk melaksanakan penilaian autentik.
Guru hanya menyusun instrumen penilaian sesuai pengetahuan dan kemampuannya.
Mengingat Kurikulum 2013 baru berjalan satu tahun di SMA N 1 Kartasura dan
belum ada pelatihan terkait pembelajaran Kurikulum 2013 maupun penggunaan
penilaian autentik. Dengan demikian guru belum benar-benar memahami instrumen
yang tepat untuk penilaian autentik. Abidin (2014: 91) mengungkapkan bahwa
instrumen penilaian dipergunakan untuk menilai kinerja peserta didik untuk
setiap indikator. Berdasarkan pendapat ini dapat dikatakan bahwa instrumen
harus dibuat sesuai dengan indikator.
Pelaksanaan penilaian autentik yang dilakukan
guru meliputi pelaksanaan penilaian pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Berdasarkan hasil pengumpulan data, diketahui bahwa terdapat beberapa guru yang
mengalami kendala dalam melaksanakan penilaian autentik. Kendala tersebut
timbul pada saat melaksanakan penilaian sikap dan keterampilan.
Penilaian autentik untuk kompetensi sikap
peserta didik terdiri atas komponen yang tidak sedikit. Banyaknya komponen yang
harus dinilai tersebut membuat guru merasa terkendala. Banyak guru yang
berpendapat bahwa komponen penilaian yang banyak membutuhkan waktu yang lama
pula, ditambah lagi jumlah siswa yang banyak. Hal tersebut sesuai pendapat
Basuki & Hariyanto (2014: 175-176) yang menyatakan bahwa penilaian autentik
membutuhkan waktu yang intensif untuk mengelola, memantau, dan melakukan
koordinasi. Selain itu pada kondisi tertentu, penilaian autentik tidak praktis
untuk kelas yang berisi kelas banyak.
Kendala pelaksanaan penilaian autentik tidak
hanya terdapat pada aspek sikap saja. Pada aspek keterampilan, kendala yang
dihadapi adalah pada saat pelaksanaan penilaian praktik, yaitu ketika ada
peserta didik yang melakukan presentasi melebihi batas waktu yang ditentukan.
Hal ini membuat kelompok lain tidak bisa presentasi pada hari yang sama,
sehingga harus dilanjutkan pada pertemuan berikutnya. Dengan demikian guru
tidak dapat menyelesaikan penilaian dalam satu kali pertemuan.
Sehubungan dengan analisis nilai, guru
terhambat dalam mengolah nilai sikap. Guru berpendapat bahwa pengolahan nilai
sikap dirasa kurang praktis. Hal ini dikarenakan menilai banyak komponen sikap
tidak akan berpengaruh dengan hasil akhir pada rapor. Nilai sikap yang
tercantum pada rapor sudah dipastikan SB (Sangat Baik) atau B (Baik). Selain
itu, dalam mengolah nilai sikap guru melakukan dengan cara mengambil nilai yang
paling baik, sama seperti pengolahan nilai keterampilan. Menurut Permendikbud
No 53 Tahun 2015, nilai sikap diambil dari nilai modus atau nilai yang paling
banyak muncul. Akan tetapi tidak semua guru mengetahuinya, sehingga terdapat
guru yang mengolah nilai sikap dengan cara mengambil nilai yang paling baik, sama
seperti pengolahan nilai keterampilan.
Seperti halnya pada analisis nilai, dalam
melaporkan nilai pun guru mengalami kendala. Guru mengalami kesulitan pada saat
guru harus membuat deskripsi nilai sikap pada rapor. Komponen sikap yang banyak
tentu mendeskripsikannya akan semakin rumit. Misalnya terdapat empat komponen
sikap yang dinilai yaitu: iman dan taqwa, syukur, toleransi, dan damai. Maka
deskripsi yang dibuat adalah “Memiliki rasa syukur, imtaq, dan
toleransi yang baik serta sikap damai yang meningkat”. Deskripsi ini hanya
untuk satu peserta didik, padahal dalam satu kelas jumlah peserta didik
rata-rata 38 orang. Hal ini tentu akan membutuhkan waktu yang lebih lama lagi.
3. Upaya
Guru dalam Mengatasi Kendala Penggunaan Penilaian Autentik pada Pembelajaran
PPKn Kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura
Beberapa guru yang mengalami kendala saat menggunakan
penilaian autentik sudah berusaha untuk melakukan suatu upaya untuk mengatasi
kendala yang dialami. Upaya tersebut dilakukan untuk mengatasi kendala guru
pada saat perencanaan penilaian, pelaksanaan penilaian, dan pengolahan
penilaian.
Upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi
kendala perencanaan penilaian autentik adalah dengan cara bertanya kepada guru
yang lain lebih kompeten dalam membuat perencanaan penilaian termasuk
mengembangkan indikator. Dengan memperoleh penjelasan langsung dari rekan kerja
sejawat maka guru akan lebih memahami perencanaan penilaian autentik. Hal ini
sesuai dengan pendapat Absari Sudiana, & Wendra (2015: 10) bahwa guru-guru yang mengalami
kebingungan dalam membuat rencana penilaian sebaiknya melakukan diskusi dengan
guru yang lain agar kedepannya tidak terjadi miskonsepsi dalam menggunakan
penilaian autentik. Perencanaan yang dibuat antara guru yang satu dengan yang
lain tentu berbeda, sehingga perlu dilakukan diskusi antar guru. Jika menemui
kendala diharapkan dapat lebih mudah untuk memecahkannya.
Sementara itu, terkait kendala dalam
mengembangkan instrumen, upaya yang dilakukan guru adalah dengan cara membuat
instrumen penilaian sesuai kemampuan guru tetapi sebisa mungkin dapat mengukur
kompetensi peserta didik secara autentik. Guru berpendapat bahwa yang
terpenting dalam instrumen penilaian adalah terdapat indikator penilaian dan
pedoman penskoran. Hal ini sejalan dengan pendapat Abidin (2014: 91) bahwa
terdapat dua hal yang perlu dibuat dalam sebuah instrumen yatu kriteria dan
tingkat capaian kinerja tiap kriteria atau indikator. Kriteria ditunjukkan
dengan kata-kata, sedangkan tingkat capaian kinerja ditunjukkan dengan
angka-angka.
Upaya guru untuk mengatasi kendala penggunaan penilaian autentik adalah dengan
membatasi komponen yang akan dinilai pada setiap pertemuan. Setiap pertemuan
guru hanya menilai satu sampai dua komponen agar tidak menyita banyak waktu. Dengan
demikian, penilaian sikap dilaksanakan dengan beberapa kali tatap muka,
sehingga semua aspek dapat dinilai dengan baik. Upaya lainnya adalah dengan cara membagi waktu sebelum semua
kelompok presentasi. Waktu yang diberikan kepada masing-masing kelompok adalah
sama. Dengan demikian semua kelompok bisa maju.
Pada tahap analisis nilai, guru terhambat dalam mengolah nilai sikap,
karena banyaknya komponen sikap yang dinilai. Upaya yang dilakukan guru adalah
dengan membatasi komponen sikap yang dinilai. Dengan demikian setiap satu
pertemuan guru hanya menilai dua sampai tiga komponen. Untuk memperoleh nilai
akhir, guru mengambil nilai sikap yang paling banyak muncul selama satu
semester.
. Seperti halnya dalam melaporkan nilai, guru
terkendala ketika mendeskripsikan nilai sikap. Upaya yang dilakukan guru untuk
mengatasi hal ini adalah dengan cara membuat deskripsi nilai yang singkat dan
jelas sehingga tidak terlalu menyita banyak waktu. Meskipun singkat deskripsi
yang dibuat sudah menggambarkan sikap pada masing-masing peserta didik. Hal ini
dirasa guru lebih efektif dan efisien. Selain itu guru juga melakukan upaya
lain, yaitu dengan cara memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Setelah guru selesai
melaksanakan penilaian, guru langsung merekap nilai dan mengklasifikasikannya
ke dalam masing-masing aspek. Hal ini akan mempermudah dalam melakukan
pengolahan nilai.
SIMPULAN
DAN SARAN
Penggunaan
penilaian autentik dalam pembelajaran PPKn kelas X di SMA Negeri 1 Kartasura
belum dilakukan sesuai prosedur penilaian autentik mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, hingga analisis dan pelaporan penilaian. Pada tahap perencanaan
penilaian autentik yang dilakukan guru PPKn meliputi: menganalisis KD dan
mengembangkan indikator, merancang kegiatan pembelajaran, dan menentukan teknik
dan instrumen penilaian. Sementara itu, pada tahap pelaksanaan penilaian
autentik meliputi penilaian pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Penilaian
pengetahuan dilaksanakan dengan teknik tertulis, tes lisan, dan penugasan.
Sementara penilaian sikap dilaksanakan dengan teknik observasi. Sedangkan
penilaian keterampilan dilaksanakan dengan teknik penilaian praktik. Tahap
akhir dalam prosedur penilaian autentik yaitu analisis dan pelaporan penilaian
autentik. Pengolahan nilai pengetahuan berasal dari rata-rata nilai tes
tertulis, tes lisan, dan penugasan dari masing-masing kompetensi dasar selama
satu semester. Sementara itu, pengolahan nilai sikap dilaksanakan dengan cara
mengambil nilai sikap dari peserta didik selama satu semester yang paling
banyak muncul dan nilai terbaik. Selanjutnya, pengolahan nilai keterampilan
dilakukan dengan cara mengambil nilai yang tertinggi. Laporan hasil penilaian
yang dibuat oleh guru berupa nilai dan deskripsi pencapaian kompetensi pengetahuan,
sikap, dan keterampilan.
Kendala yang dialami
guru dalam menggunakan penilaian autentik dalam pembelajaran PPKn kelas X di
SMA Negeri 1 Kartasura meliputi kendala perencanaan, kendala pelaksanaan, dan
kendala analisis dan pelaporan penilaian.
Kendala yang dialami guru dalam membuat perencanaan penilaian adalah
pada tahap mengembangkan indikator dan mengembangkan instrumen penilaian. Kendala
pelaksanaan penilaian autentik meliputi: banyaknya komponen yang harus dinilai
pada penilaian sikap, penilaian sikap hanya dilakukan dengan teknik observasi,
dan penilaian keterampilan hanya dilakukan dengan teknik penilaian praktik. Kendala
analisis dan pelaporan penilaian autentik yaitu terdapat guru yang mengolah
nilai sikap dengan cara mengambil yang terbaik dan kesulitan dalam membuat
deskripsi nilai pada rapor.
Upaya guru dalam
mengatasi kendala penggunaan penilaian autentik pada pembelajaran PPKn kelas X
di SMA Negeri 1 Kartasura juga dilakukan untuk mengatasi kendala perencanaan,
pelaksanaan, serta analisis dan pelaporan penilaian. Upaya untuk mengatasi
kendala dalam perencanaan penilaian autentik dilakukan dengan cara bertanya
kepada guru yang lain lebih kompeten dalam membuat perencanaan penilaian termasuk
mengembangkan indikator dan membuat instrumen penilaian sesuai kemampuan guru
tetapi sebisa mungkin dapat mengukur kompetensi peserta didik secara autentik.
Upaya untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan penilaian autentik yaitu: membatasi
komponen sikap yang akan dinilai pada setiap pertemuan dan membagi waktu sebelum
semua kelompok presentasi. Upaya untuk mengatasi kendala dalam analisis dan
pelaporan penilaian autentik adalah
membuat deskripsi nilai yang singkat dan jelas sehingga tidak terlalu menyita
banyak waktu dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk segera merekap nilai
dan menglasifikasikannya ke dalam masing-masing aspek.
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka
saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Guru PPKn
hendaknya lebih kreatif dalam menyikapi penggunaan penilaian autentik dengan
cara banyak mencari sumber lain untuk menambah pemahaman tentang penilaian
autentik.
2.
Guru PPKn hendaknya
membuat perencanaan waktu dengan sebaik-baiknya agar penilaian autentik dapat
diterapkan secara menyeluruh pada kompetensi pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Misalnya, dalam menyusun RPP guru hendaknya menyeimbangkan waktu
untuk menilai ketiga kompetensi tersebut serta tidak terlalu mementingkan
kompetensi tertentu.
3.
Guru PPKn
hendaknya melakukan penilaian sikap yang berkaitan dengan nilai atau norma yang
berhubungan dengan materi pelajaran.
4.
Pihak sekolah hendaknya
melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada para guru terkait penerapan
penilaian autentik.
5.
Pihak sekolah
hendaknya melakukan monitoring dan
evaluasi kemampuan para guru untuk menggunakan penilaian autentik.
6.
Penelitian ini
hanya mengkaji tentang analisis penggunaan penilaian autentik berdasarkan
prosedurnya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, serta analisis dan
pelaporan. Oleh karena itu kepada peneliti lain hendaknya meneliti analisis
penggunaan penilaian autentik yang ditinjau dari kesesuaian teknik dan
instrumennya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin,
Yunus. (2014). Desain Sistem Pembelajaran
dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT Refika Aditama.
Absari, Ayu KL, Sudiana, dan Wendra. (2015).
Penilaian Autentik Guru Bahasa Indonesia dalam Pembelajaran Menulis Peserta
didik Kelas VII di SMP Negeri 1 Singaraja. Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 3(1), 11. Diperoleh pada 26 Januari
2017, dari http://www.ejournal.undiksha.ac.id
Ayuningtyas, Fajar. (2015). Analisis Pelaksanaan Penilaian Autentik Mata
Pelajaran Biologi di SMA Negeri 1 Muntilan.
Basuki, Ismet dan Hariyanto. (2014). Assessment Pembelajaran. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Bentri, Alwen, Hidayati, Abna, dan Rahmi,
Ulfia. (2016). The Problem Analysis in Applying Instrument of Authentic
Assessment in 2013 Curriculum. International
Journal of Science and Research, 5 (10). Diperoleh pada 23 Januari 2017,
dari https://www.ijsr.net/archive/.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2015). Panduan Penilaian untuk Sekolah Menengah Atas.
Herdiansyah, Haris. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk
Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Kunandar. (2013). Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan
Kurikulum 2013). Jakarta: Rajawali Press.
Mansur. (2015). Media Pendidikan LPMP
Sulawesi Selatan. Implementasi Penilaian
Autentik Kurikulum 2013 di Sekolah Menengah Atas (SMA), 4-21.
Mardapi, Djemari. (2012). Pengukuran Penilaian dan Evaluasi
Pendidikan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Moleong, Lexy J. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Ngadip. (2012). Konsep dan Jenis Penilaian Autentik (Authentic Assessment). Jurnal Dinas
Pendidikan Kota Surabaya, vol 1, 8-9. Diperoleh pada 21 Januari 2017, dari http://dispendik.surabaya.go.id/surabayabelajar/jurnal/199/Jurnal_10.pdf.
Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015 Tentang
Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan pada Pendidikan
Dasar dan Pendidikan Menengah.
Ratnawulan, Elis dan Rusdiana. (2015). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Pustaka
Setia.
Sukardi. (2013). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Suprihatiningrum, Jamil. (2013). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar